JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendalami dan memperluas penyelidikan dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) pembangunan rumah sakit di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Fokus utama penyidikan saat ini adalah proyek RSUD Kolaka Timur (Koltim), yang diduga menjadi pintu masuk praktik korupsi anggaran kesehatan di daerah.
Pada Senin (22/9/2025), KPK memeriksa Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes RI, Liendha Andajani, sebagai saksi.
Selain Liendha, saksi lain yang turut diperiksa yaitu:
Gusti Putu Artana, Kabag PBJ Kabupaten Kolaka Timur
Harry Ilmar, Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan Ahli Muda Dinas PUPR Kolaka Timur
Dany Adirekson, Kasubag TU Kolaka Timur sekaligus anggota Pokja
Haeruddin, PNS Kolaka Timur
Nia Nursania, staf Ditjen Fasilitas Pelayanan Kesehatan Kemenkes
“Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi terkait pembangunan RSUD Kolaka Timur. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Senin (22/9/2025).
Skandal RSUD Kolaka Timur
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Sultra, Jakarta, dan Sulawesi Selatan. Dari hasil pengembangan, KPK telah menetapkan lima tersangka pada 9 Agustus 2025, yakni:
Abdul Azis, Bupati Kolaka Timur periode 2024–2029
Andi Lukman Hakim, pejabat Kemenkes
Ageng Dermanto, pejabat pembuat komitmen (PPK)
Deddy Karnady, pegawai PT Pilar Cerdas Putra
Arif Rahman, pegawai PT Pilar Cerdas Putra
Dalam perkara ini, Deddy Karnady dan Arif Rahman diduga sebagai pemberi suap, sementara Abdul Azis bersama dua pejabat Kemenkes bertindak sebagai penerima.
KPK menduga Abdul Azis meminta commitment fee Rp9 miliar dari total proyek RSUD Koltim senilai Rp126,3 miliar, dengan realisasi penerimaan sementara mencapai Rp1,6 miliar.
Proyek ini sendiri merupakan bagian dari pembangunan RSUD Tipe C Koltim dengan pagu awal Rp175 miliar yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada Mei 2025.
Rincian Proyek RSUD Kolaka Timur
Nilai proyek awal: Rp175 miliar (pembangunan RSUD Tipe C Koltim oleh Kemenkes)
Nilai proyek yang dikorupsi: Rp126,3 miliar (sesuai temuan KPK)
Skema nasional: Proyek ini masuk dalam program Kemenkes 2025 senilai Rp4,5 triliun untuk peningkatan kualitas 32 RSUD di seluruh Indonesia
Potensi Penyimpangan DAK Kesehatan di Sultra
Skandal RSUD Koltim dinilai hanya puncak gunung es. Tahun 2025, Kementerian Kesehatan menyalurkan DAK Rp791 miliar untuk membangun lima RSUD baru di Sultra, yaitu:
RSUD Kolaka Timur – Rp175 miliar
RSUD Buton Tengah – Rp170 miliar
RSUD Benyamin Guluh Kolaka (Tower III) – Rp144 miliar
RSUD Konawe Kepulauan – Rp132 miliar
RSUD Buton Utara – Rp170 miliar
Besarnya anggaran ini menimbulkan kekhawatiran publik bahwa pola permainan fee proyek seperti di Koltim bisa kembali terjadi. Apalagi, proyek kesehatan bernilai ratusan miliar sangat rentan dimainkan oleh oknum pejabat daerah maupun pusat.
Skema Nasional Rp4,5 Triliun: Rawan Jadi Bancakan
Proyek RSUD Koltim sejatinya hanya satu dari 32 proyek RSUD yang dibiayai melalui program Kemenkes 2025 senilai Rp4,5 triliun. Anggaran jumbo ini dialokasikan untuk peningkatan kualitas fasilitas rumah sakit di berbagai daerah, termasuk kawasan terpencil dan kepulauan.
Namun, pola yang terbongkar di Koltim menunjukkan bagaimana mekanisme distribusi DAK sangat rentan dimainkan sejak tahap awal.
Ada tiga titik rawan yang disorot pengamat antikorupsi:
1. Perencanaan dan Usulan Daerah
Kepala daerah dan pejabat teknis kerap “melobi” agar proposal pembangunan RSUD masuk daftar prioritas Kemenkes. Di titik ini, komitmen fee atau janji proyek bisa muncul sebagai syarat informal.
2. Persetujuan Anggaran di Pusat
Setelah proposal masuk ke Kemenkes, interaksi antara pejabat daerah, pejabat kementerian, hingga pihak swasta sering menjadi pintu masuk praktik suap. Kasus Koltim membuktikan pejabat Kemenkes turut terseret.
3. Pelaksanaan Proyek di Lapangan
Saat proyek berjalan, permainan fee proyek, mark up biaya, hingga pengurangan kualitas bangunan menjadi modus klasik. Dugaan permainan ini sudah terlihat dari selisih pagu awal Rp175 miliar dan nilai proyek yang dikorupsi Rp126,3 miliar di Koltim.
Efek Domino di Sultra dan Nasional
Jika pola di Koltim dibiarkan, bukan tidak mungkin kasus serupa menyebar ke daerah lain penerima DAK.
Di Sultra saja, lima proyek RSUD baru senilai Rp791 miliar tengah digarap tahun ini. Sementara secara nasional, anggaran Rp4,5 triliun untuk 32 RSUD menjadi sasaran empuk bagi mafia anggaran.
Menurut pengamat tata kelola anggaran, skandal Koltim adalah alarm dini. KPK didorong tidak hanya berhenti pada level individu, tetapi juga mengungkap jejaring aktor pusat-daerah yang memainkan dana kesehatan.
Pola Serupa di Sektor Lain
Kasus penyalahgunaan DAK bukan hanya terjadi di sektor kesehatan. Sebelumnya, sektor pendidikan juga kerap disorot terkait mark up pembangunan sekolah dan pengadaan buku, sementara di sektor infrastruktur, permainan fee proyek sudah menjadi rahasia umum.
Hal ini mengindikasikan bahwa DAK sebagai skema transfer dana pusat ke daerah sangat rawan korupsi lintas sektor. Mekanisme yang kompleks dan minim pengawasan membuka ruang lebar bagi kolusi pejabat daerah, pusat, dan kontraktor.
Ujian Akuntabilitas Dana Kesehatan
Sektor kesehatan seharusnya menjadi prioritas untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Namun, ketika DAK justru dijadikan ladang bancakan, publik dirugikan ganda: anggaran besar habis untuk korupsi, sementara layanan kesehatan tetap minim.
Kasus Kolaka Timur kini dianggap sebagai ujian akuntabilitas bagi pemerintah pusat, daerah, dan aparat penegak hukum.
Apabila KPK berhasil menelusuri jejak korupsi hingga ke akar jejaringnya, skema Rp4,5 triliun program RSUD nasional bisa lebih terlindungi dari praktik serupa. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini