LUWU TIMUR – Insiden kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia Tbk di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, memicu keresahan warga.
Pasalnya, minyak hitam pekat menyerupai oli tampak memenuhi saluran irigasi hingga merendam sawah-sawah di Dusun Molindowe.
Lapisan minyak setebal 15–20 sentimeter mengalir melalui jaringan irigasi yang menjadi sumber utama pertanian. Akibatnya, lahan padi warga terancam gagal panen, sementara pasokan air bersih dikhawatirkan ikut tercemar.
“Semua sawah sudah pasti kena dampaknya. Kalau dibiarkan, kami bisa gagal panen total,” ungkap salah seorang petani di lokasi, Minggu (24/8/2025).
Selain merusak lahan pertanian, warga juga takut pencemaran ini menyebar ke Sungai Koromosilu yang bermuara ke Danau Matano, salah satu danau tektonik terbesar di dunia yang selama ini menjadi sumber air masyarakat Towuti.
Respons PT Vale Indonesia
Manajemen PT Vale melalui Vanda Kusumaningrum, Head of Corporate Communication, membenarkan adanya insiden kerusakan pipa minyak.
Ia menegaskan perusahaan telah mengaktifkan Emergency Response Group (ERG) untuk mengendalikan dampak pencemaran.
“Langkah awal seperti pemasangan oil boom dan oil trap sudah dilakukan untuk menahan penyebaran minyak. Kami memprioritaskan keselamatan masyarakat, pekerja, dan lingkungan sekitar,” jelas Vanda.
Namun, meski langkah darurat telah diterapkan, minyak tetap masuk ke area persawahan. Fakta ini membuat publik meragukan efektivitas prosedur tanggap darurat PT Vale.
WALHI Sulsel: Ada Dugaan Pelanggaran UU Lingkungan Hidup
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menilai kebocoran ini tidak bisa dianggap sepele.
Menurut Arfiandi, Divisi Hukum dan Politik Hijau WALHI Sulsel, insiden tersebut berpotensi melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).
“Ini bukan sekadar insiden teknis. Ada potensi pelanggaran Pasal 69 ayat (1) huruf e dan f, karena pembuangan limbah berbahaya ke media lingkungan tanpa izin,” tegas Arfiandi.
Jika terbukti akibat kelalaian, PT Vale bisa dikenai sanksi pidana:
1–3 tahun penjara dan denda Rp1–3 miliar jika pencemaran melampaui baku mutu.
2–6 tahun penjara dengan denda Rp2–6 miliar jika menyebabkan gangguan kesehatan.
3–9 tahun penjara dengan denda Rp3–9 miliar jika menimbulkan korban jiwa.
Celah Pengawasan dan Krisis Lingkungan Tambang
Kasus Towuti menyingkap masalah klasik dalam industri ekstraktif di Indonesia: lemahnya sistem pengawasan infrastruktur vital. Fakta bahwa PT Vale belum memastikan penyebab kebocoran menunjukkan indikasi kelalaian dalam monitoring teknis dan pemeliharaan pipa minyak.
Selain itu, standar tanggap darurat yang diterapkan dinilai belum efektif. Meski oil boom dipasang, pencemaran tetap masuk ke sawah warga. Padahal, standar internasional seperti ISO 14001 menekankan pencegahan total, bukan sekadar mitigasi setelah terjadi pencemaran.
Dalam konteks yang lebih luas, insiden ini menambah daftar panjang kasus pencemaran lingkungan akibat industri tambang dan energi di Sulawesi Selatan—mulai dari degradasi hutan, pencemaran air, hingga konflik lahan.
Tuntutan WALHI dan Desakan Publik
WALHI Sulsel mendesak sejumlah langkah konkret:
1. Investigasi independen oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
2. Kompensasi layak bagi petani terdampak.
3. Rehabilitasi ekologis atas sawah dan irigasi yang tercemar.
4. Sanksi tegas, baik administratif maupun pidana, jika terbukti ada kelalaian.
5. Audit menyeluruh terhadap sistem pipa PT Vale untuk mencegah insiden berulang.
“Jangan berhenti pada permintaan maaf. Pemulihan lingkungan dan kompensasi warga harus dipastikan. Jika tidak, ini hanya akan jadi preseden buruk,” tegas Arfiandi.
Menunggu Langkah Nyata
Hingga kini, masyarakat Molindowe masih menanti tindakan cepat dari PT Vale dan pemerintah. Warga berharap sawah bisa segera pulih, air bersih kembali aman, dan kerugian petani ditanggung oleh perusahaan.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa industri pertambangan tidak boleh hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi. Perlindungan lingkungan, keselamatan warga, dan keberlanjutan ekosistem pertanian lokal harus menjadi prioritas utama. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini