KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) kaya nikel, emas, dan aspal. Tapi di balik gemerlap tambang itu, pajak justru bocor. Negara kehilangan triliunan rupiah, sementara daerah penghasil hanya mendapat remah.
Kini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mulai bergerak dengan menggandeng Polda dan Pemprov Sultra untuk menutup celah itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor pertambangan menyumbang 20,6% PDRB Sultra pada akhir 2024, menempati posisi kedua setelah pertanian. Namun ironisnya, penerimaan pajak dari tambang justru mengalami kontraksi pada kuartal I 2025.
Harga nikel yang fluktuatif, ekspor aspal yang melemah, hingga praktik perusahaan mencatat alamat pusat di luar Sultra—semua menjadi penyebab kebocoran penerimaan.
Kondisi ini membuat DJP tak tinggal diam. Kepala Kanwil DJP Sulselbartra, YFR Hermiyana, turun langsung ke Kendari.
Ia menggandeng dua mitra strategis: Kepolisian Daerah (Polda) Sultra dan Pemerintah Provinsi Sultra.
Sinergi DJP dan Polda: Menutup Celah di Sektor Tambang
Senin (28/7) lalu, Hermiyana didampingi Kepala KPP Pratama Kendari Calvin Octo Pangaribuan dan Kepala KPP Pratama Kolaka Arief Hartono menyambangi Kapolda Sultra, Irjen Pol Didik Agung Widjanarko.
Dalam pertemuan itu, tambang menjadi topik utama. DJP dan Polda sepakat memperketat pengawasan, menindak tegas manipulasi laporan produksi, hingga memburu penggelapan pajak.
“Kami sadar penerimaan negara, khususnya dari sektor tambang, tidak bisa dijalankan sendiri. Sinergi dengan kepolisian sangat penting agar celah kebocoran dapat ditutup,” tegas Hermiyana dikutip dari siaran DJP yang dimonitor Senin (25/8/2025).
Kapolda Sultra pun mengamini. “Pajak tambang adalah tulang punggung penerimaan negara di Sulawesi Tenggara. Kebocoran sekecil apa pun harus dihentikan,” ujarnya.
Bertemu Gubernur: Memperkuat Pajak Tambang Daerah
Sehari kemudian, Selasa (29/7), Hermiyana bersama jajaran DJP menyambangi Kantor Gubernur Sultra. Di hadapan Gubernur Andi Sumangerukka, ia membahas implementasi Perjanjian Kerja Sama Optimalisasi Pemungutan Pajak Daerah (PKS OP4D).
PKS ini menjadi landasan teknis bagi pusat dan daerah untuk berbagi data, mengoptimalkan pemungutan pajak, hingga memperkuat kapasitas aparatur. Fokusnya tetap sama: sektor tambang.
“Sinergi dengan pemerintah daerah sangat penting untuk memperluas basis data perpajakan, terutama tambang. Dengan begitu, penerimaan pajak bisa berjalan optimal dan adil,” jelas Hermiyana.
Andi Sumangerukka menegaskan dukungan penuh Pemprov.
“Sulawesi Tenggara kaya sumber daya tambang, tapi manfaatnya harus nyata bagi rakyat. Pemprov siap mengawal optimalisasi pajak tambang agar tidak lagi bocor ke luar daerah,” katanya.
Tambang: Berkah atau Sekadar Angka di Atas Kertas?
Sultra memang kaya tambang, tapi manfaat ekonominya sering tak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan minimnya kontribusi ke Pendapatan Asli Daerah (PAD). Banyak perusahaan besar mencatat alamat resmi di Jakarta atau Makassar, sehingga Dana Bagi Hasil (DBH) untuk daerah penghasil kerap mengecil.
Tak heran jika DPR menilai “kekayaan tambang Sultra justru mengalir ke luar daerah”. Situasi ini membuat kolaborasi DJP, kepolisian, dan pemprov menjadi krusial.
Fondasi Fiskal Baru
Dua agenda penting di Kendari akhir Juli itu menegaskan satu hal: pengelolaan pajak tambang bukan sekadar administrasi, melainkan urusan strategis menjaga fondasi keuangan negara.
Dengan kepolisian mengawal penegakan hukum, dan pemprov memastikan dukungan data serta kebijakan, DJP berharap kebocoran pajak tambang dapat ditekan seminimal mungkin.
Sebab pada akhirnya, keberlimpahan sumber daya tambang harus menjadi berkah nyata, bukan sekadar angka di atas kertas. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini