JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian PPN/Bappenas bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia secara resmi telah meluncurkan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Nasional.
Dokumen strategis ini menargetkan pengurangan emisi industri nikel hingga 81 persen pada 2045, sejalan dengan komitmen Indonesia mencapai Net Zero Emissions sebelum 2060.
Deputi Bidang Pangan, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Bappenas, Leonardo A. A. T. Sambodo, menegaskan bahwa peta jalan ini menjadi pedoman penting dalam mendukung hilirisasi nikel rendah karbon sekaligus menjaga daya saing industri nasional.
“Indonesia sebagai produsen 60 persen nikel dunia memiliki tanggung jawab besar. Melalui peta jalan ini, industri nikel tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan,” ujarnya dikutip Senin (18/8/2025).
Peta Jalan Dekarbonisasi Masuk RPJMN 2025–2029
Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel akan menjadi masukan strategis dalam RPJMN 2025–2029 serta mendukung target RPJPN 2025–2045.
Penyusunannya telah berlangsung sejak awal 2024 dengan melibatkan multipihak, mulai dari 30 perusahaan tambang dan smelter nikel di Sulawesi dan Maluku Utara, 15 kementerian/lembaga, hingga akademisi.
Deputi Teguh dari Bappenas menekankan bahwa strategi utama peta jalan ini terdiri atas empat pilar dekarbonisasi:
1. Efisiensi energi dan material
2. Penggantian bahan bakar
3. Substitusi material
4. Penggunaan listrik rendah karbon
Strategi terakhir mendapat perhatian khusus karena sumber emisi terbesar industri nikel berasal dari PLTU captive yang masih berbasis batu bara.
Dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan seperti surya, angin, air, biomassa, hingga hidrogen hijau, industri diharapkan bisa mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Indonesia Menuju Produsen Nikel Hijau Global
Senior Climate Manager WRI Indonesia, Egi Suarga, menegaskan bahwa dekarbonisasi merupakan langkah awal transformasi tata kelola industri nikel.
“Indonesia bisa menjadi pemimpin global dalam menghasilkan nikel rendah emisi dan bertanggung jawab. Namun tanpa intervensi, emisi industri nikel justru berpotensi naik 86 persen pada 2045,” tegasnya.
Analisis WRI Indonesia merekomendasikan pembangunan 47,3 GW pembangkit energi terbarukan serta 5,1 GW hidrogen hijau di Maluku Utara, wilayah yang masih terbatas pasokan EBT.
Selain itu, penguatan infrastruktur gas alam cair, biomassa, serta kebijakan harga energi bersih yang kompetitif menjadi faktor kunci keberhasilan.
Tak kalah penting, peta jalan ini juga mendorong pembentukan standar nikel hijau Indonesia. Standar tersebut akan mengatur penggunaan energi bersih dan pengendalian emisi gas rumah kaca di seluruh proses produksi.
Sulawesi Jadi Pusat Transformasi
Dengan posisi Sulawesi sebagai pusat tambang dan smelter terbesar di Indonesia, wilayah ini akan menjadi fokus utama transformasi menuju industri nikel hijau.
Langkah ini diharapkan tidak hanya menekan emisi, tetapi juga meningkatkan daya saing nikel Indonesia di pasar global yang semakin menuntut produk ramah lingkungan. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini