KONAWE – Ketegangan antara warga Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) dan PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) kembali memuncak.
Pasalnya, aktivitas penambangan nikel oleh perusahaan terus berlangsung, namun investasi pembangunan smelter yang dijanjikan bertahun-tahun tak juga kunjung terwujud.
Hal itu terungkap saat puluhan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Routa Bersatu mendatangi Pemkab Konawe pada Rabu (10/9/2025). Mereka menuntut kejelasan terkait pembangunan smelter yang pernah dijanjikan berdiri di atas lahan lebih dari 3.000 hektare di Routa.
“Kami Butuh Bukti, Bukan Janji”
Sebelum pertemuan, warga sempat berunjuk rasa di kantor PT SCM bahkan menyegel lokasi tambang. Aksi ini mencerminkan puncak kekecewaan masyarakat.
“Tanpa smelter, Routa tidak akan maju. Kami hanya ingin kepastian, apakah benar pemerintah mendukung PT SCM meski tidak membangun pabrik?” tegas Ahmad, salah seorang warga.
Perwakilan pemuda lainnya, Eko Adrian, juga menegaskan pentingnya keberadaan smelter.
“Kalau smelter dibangun, otomatis ekonomi masyarakat terangkat. Itu yang kami tunggu selama ini,” ujarnya.
PT SCM: Izin Tambang Ada, Smelter Tanggung Jawab PT IKIP
Dalam rapat yang dipimpin Bupati Konawe, Yusran Akbar, terungkap bahwa PT SCM hanya memiliki izin tambang dan produksi. Sementara pembangunan smelter menjadi kewenangan PT Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP).
Perwakilan PT IKIP, Didi, menjelaskan bahwa smelter masuk dalam masterplan kawasan industri.
“Lahan sudah kami siapkan, tapi investor belum masuk karena ada moratorium pemerintah pusat. Jadi benar, smelter bukan tugas SCM, melainkan tanggung jawab IKIP,” katanya.
Tambang SCM: Salah Satu Sumber Daya Nikel Terbesar di Dunia
Dikutip dari situs perusahaan, dijelaskan bahwa tambang SCM yang terletak di Konawe, Sulawesi Tenggara, memiliki luas konsesi mencapai 21.100 hektar. Mulai beroperasi sejak 2023, tambang ini menghasilkan bijih limonit dan saprolit.
Tambang tersebut mengandung sekitar 13,8 juta ton nikel (kadar Ni 1,22%) dan 1 juta ton kobalt (kadar Co 0,08%) dengan umur tambang yang diproyeksikan bertahan multi-dekade.
Dari total produksi, 77% berupa bijih limonit yang dapat diolah menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) — bahan baku utama nikel sulfat untuk baterai kendaraan listrik. Sementara itu, 23% berupa saprolit dipasok ke smelter RKEF milik MBMA di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) untuk diproses menjadi Nickel Pig Iron (NPI).
Dengan kapasitas produksi tersebut, Tambang SCM dipandang sebagai salah satu operasi tambang nikel berkelas global, berbiaya rendah, sekaligus berpotensi memberikan pasokan bahan baku stabil bagi industri hilir selama puluhan tahun.
IKIP: Proyek Kawasan Industri Nikel Masa Depan
Untuk mendukung hilirisasi, MBMA bersama Grup Tsingshan membentuk usaha patungan mengembangkan Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP). Kawasan industri ini berlokasi di dalam konsesi tambang SCM dengan luas lahan sekitar 3.500 hektar dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025.
IKIP dirancang fokus pada pengolahan hidrometalurgi nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Teknologi ini memungkinkan produksi bahan baku baterai listrik dengan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang lebih ketat.
Pengalaman Grup Tsingshan dalam mengembangkan IMIP (Morowali) dan IWIP (Weda Bay) akan menjadi modal penting dalam pengembangan IKIP. Bahkan, pemerintah sudah memberikan persetujuan perubahan status lahan dari hutan produktif seluas ±3.854 hektar menjadi area non-hutan untuk proyek ini.
Pemerintah Konawe Ajak Warga Bersabar
Bupati Yusran Akbar meminta warga tetap menahan diri dan membuka ruang dialog.
“Investasi butuh proses. Pemerintah, masyarakat, dan perusahaan harus saling terbuka mencari solusi,” tegasnya.
Sementara Wakil Bupati Syamsul Ibrahim menambahkan, keberadaan PT SCM telah membawa dampak pembangunan, khususnya infrastruktur jalan.
“Dulu ke Routa butuh 14 jam, sekarang hanya 6–7 jam. Itu bukti geliat pembangunan,” ujarnya.
Namun, ia juga mengakui keresahan warga wajar mengingat adanya revisi Amdal yang menyebut PT SCM tidak akan membangun smelter.
“Smelter tetap ada, tapi yang membangun adalah IKIP, bukan SCM,” tandasnya.
Warga Masih Meragukan
Meski mendapat penjelasan, warga Routa masih diliputi keraguan. Mereka menilai jawaban yang diberikan pemerintah dan perusahaan hanya mengulur waktu.
Aspirasi mereka sederhana: bukti nyata pembangunan smelter di Routa, bukan sekadar janji investor. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini