KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) kini menghadapi ancaman krisis listrik dalam 10 tahun ke depan.
Peringatan keras itu disampaikan Wakil Gubernur Sultra, Ir. Hugua, yang menukil laporan Dewan Energi Nasional (DEN) saat menghadiri Kunjungan Bisnis Monitoring PLN Nusantara Power UP Kendari bersama Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sultra, Senin (8/9/2025).
Menurut Hugua, lonjakan kebutuhan listrik akibat investasi industri besar, khususnya di sektor hilirisasi nikel dan smelter, akan membuat Sultra rawan defisit energi.
Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah bersama PLN dan dunia usaha harus mulai serius menyiapkan energi alternatif.
Biomassa Jadi Peluang Emas Petani
Hugua menyoroti potensi biomassa dari limbah pertanian sebagai energi alternatif pengganti batu bara.
Selama ini, limbah dianggap tak bernilai, padahal bisa disulap menjadi energi hijau sekaligus meningkatkan pendapatan petani.
“Jika mekanismenya diatur dengan baik, petani bisa menjadi pemasok energi biomassa. Ini bukan hanya solusi krisis listrik, tetapi juga jalan menuju kesejahteraan,” tegas Hugua.
Nuklir Masuk Radar, Rosatom Rusia Jadi Mitra Potensial
Lebih jauh, Hugua bahkan menyebut energi nuklir sebagai opsi strategis.
Berdasarkan kajian DEN, kondisi geologis Sultra dinilai relatif aman dari gempa sehingga layak dijadikan lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir.
“Standar internasional justru menyebut nuklir sebagai energi paling aman dan ramah lingkungan. Jika kita tidak berani memulai, 10 tahun lagi Sultra bisa mengalami blackout besar-besaran,” ujarnya.
Kerja sama dengan perusahaan nuklir asal Rusia, Rosatom, sedang dijajaki sebagai bagian dari roadmap energi jangka panjang Sultra.
Energi Surya Masih Hadapi Kendala
Selain biomassa dan nuklir, Wagub juga menyinggung pemanfaatan energi surya (solar cell). Namun, ia mengakui bahwa kendala perawatan dan keamanan masih menjadi masalah serius.
Hugua pun mendorong agar perusahaan lokal ikut dilibatkan dalam pengelolaan infrastruktur solar cell agar berkelanjutan.
PLN Siap Perkuat Sistem Listrik Sulawesi
General Manager PLN UID Sulselrabar, Edyansyah, menegaskan bahwa PLN sudah menyiapkan langkah strategis memperkuat sistem kelistrikan di Sulawesi.
Saat ini, kapasitas daya di wilayah Sulselrabar mencapai 1.800 MW, dengan kontribusi energi terbarukan di Sultra sebesar 34%, jauh di atas rata-rata nasional yang masih 14%.
“Sultra punya daya tarik besar bagi investor energi. PLN tidak hanya mendukung industri besar, tetapi juga UMKM dan pengusaha lokal agar ekonomi bisa tumbuh seimbang,” jelas Edyansyah.
Sultra di Persimpangan Energi
Langkah Sultra mendorong biomassa dan membuka peluang nuklir menunjukkan keberanian daerah ini keluar dari ketergantungan pada energi fosil. Namun, ada sejumlah catatan:
1. Biomassa – Sultra kaya hasil pertanian dan perkebunan. Jika dikelola dengan sistem supply chain yang kuat, biomassa bisa menjadi game changer energi hijau di Indonesia timur.
2. Nuklir – Opsi ini sarat pro-kontra. Butuh legitimasi sosial, regulasi ketat, serta jaminan keamanan jangka panjang. Jika berhasil, Sultra bisa jadi pionir nuklir di Indonesia.
3. Energi Surya – Potensial di daerah pesisir dan pedalaman, namun butuh skema perawatan berbasis masyarakat agar tidak terbengkalai.
4. PLN & Industri Nikel – Tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga keseimbangan: listrik untuk smelter jangan sampai mematikan akses rumah tangga dan UMKM.
Momentum Energi Baru di Sultra
Dengan potensi biomassa, energi surya, hingga opsi nuklir, Sultra berpeluang menjadi pusat energi hijau di Indonesia timur. Namun, jika hanya mengandalkan pembangkit fosil, ancaman krisis listrik pada 2035 bisa jadi kenyataan.
Sinergi antara pemerintah daerah, PLN, HIPMI, dan investor energi harus segera diwujudkan agar Sultra tidak sekadar jadi daerah tambang, tetapi juga motor energi berkelanjutan nasional. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini


