KENDARI – Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas telah menyatakan bahwa Pulau Kakabia atau Pulau Kawi-Kawia masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra). Keputusan ini memperkuat legalitas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Buton Selatan.
Namun, klaim dari Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), masih terus bergulir. Apa yang menjadi dasar klaim tersebut?
Putusan MK Perkuat Wilayah Buton Selatan
Dalam sidang materiil yang digelar di Ruang Pleno MK pada Senin (3/12/2018) lalu, ahli hukum Muhammad Rullyandi yang mewakili Pemkab Buton Selatan menjelaskan bahwa pencantuman Pulau Kakabia dalam wilayah Buton Selatan merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang diambil oleh pembentuk undang-undang.
“Pembentukan Kabupaten Buton Selatan sudah memperhatikan aspek ekonomi, sosial, budaya, jumlah penduduk, serta kemampuan keuangan daerah. Pulau Kakabia secara eksplisit termasuk dalam peta wilayah Buton Selatan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 16 Tahun 2014,” tegas Rullyandi di hadapan Majelis Hakim MK yang dipimpin Anwar Usman.
Rullyandi juga menegaskan tidak ada relasi administratif antara Pulau Kakabia dengan Kabupaten Kepulauan Selayar. Sebaliknya, dokumen pembentukan Kabupaten Buton Selatan ditandatangani oleh Bupati Buton, Walikota Bau-Bau, DPRD Buton dan Bau-Bau, serta Gubernur Sultra.
Mengapa Sulsel Tetap Klaim Pulau Kakabia?
Meski Putusan MK telah memperjelas status hukum Pulau Kakabia, Bupati Kepulauan Selayar, H. Muh. Natsir Ali, tetap bersikukuh bahwa pulau tersebut adalah bagian dari Kecamatan Pasi’lambena, wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Selayar.
Dalam kunjungannya ke Pulau Kakabia pada Kamis (1/5/2025), Natsir Ali menyatakan bahwa klaim Buton Selatan tidak sah karena sebelumnya ada putusan Mendagri pada 2022 yang menyatakan Kakabia bagian dari Selayar.
“Kami sudah mengirim laporan resmi kepada Gubernur Sulsel terkait kondisi terakhir Pulau Kakabia. Secara administratif dan historis, pulau ini bagian dari Kepulauan Selayar,” tegasnya.
Sultra dan Sulsel Sepakat?
Sementara itu, Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka, menyatakan bahwa konflik klaim wilayah telah menemukan titik terang setelah ia melakukan pertemuan dengan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman.
“Kami sudah bersepakat bahwa Pulau Kakabia adalah bagian dari Sultra. Saat ini, proses penataan wilayah tengah berlangsung di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sultra,” kata Andi Sumangerukka.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Sultra, Martin Efendi Patulak, mengungkapkan telah dibuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemprov Sultra dan Pemprov Sulsel terkait pemanfaatan Pulau Kakabia, sebagai solusi administratif sementara.
Aspek Sejarah dan Hukum
Ahli sejarah La Niampe menambahkan bahwa meskipun pada masa kolonial Belanda Pulau Kakabia merupakan bagian dari Kepulauan Selayar, namun setelah Indonesia merdeka, batas wilayah diatur melalui peraturan perundang-undangan nasional.
“Konsep wilayah negara setelah kemerdekaan tentu berbeda dengan masa kolonial. Jadi dasar hukum yang berlaku sekarang harus merujuk pada UU terbaru,” jelasnya.
Penyelesaian Sesuai Permendagri 141/2017
Rullyandi juga menyarankan agar perselisihan perbatasan antarprovinsi ini diselesaikan secara administratif melalui mekanisme yang diatur dalam Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah.
Putusan MK sudah final dan memperkuat status Pulau Kakabia sebagai wilayah Kabupaten Buton Selatan.
Namun klaim dari pihak Kabupaten Kepulauan Selayar tetap muncul dengan merujuk pada aspek historis dan administratif versi mereka.
Penyelesaian melalui mekanisme Kemendagri dan implementasi MoU antara Sulsel dan Sultra menjadi langkah penting untuk mengakhiri dualisme klaim atas pulau strategis tersebut. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post