KENDARI – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa program sertipikasi tanah di Sulawesi Tenggara masih tertinggal.
Pasalnya, sekitar 21,45% bidang tanah di daerah itu belum bersertipikat, dari total sekitar 1,8 juta bidang tanah yang ada.
Menteri Nusron menyampaikan hal ini dalam Rapat Koordinasi Pertanahan dan Penataan Ruang bersama Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota se-Sultra, yang digelar di Ruang Pola Bahteramas, Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara, Rabu (28/5/2025).
“Saat ini baru 1,4 juta bidang tanah di Sultra yang telah bersertipikat. Masih ada gap besar yang harus segera kita tutup,” ujar Menteri Nusron. Ia menyoroti kemungkinan kendala seperti beban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai salah satu penyebab lambatnya proses sertipikasi tanah di Sulawesi Tenggara.
Menteri Nusron mencontohkan provinsi seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah yang membebaskan BPHTB untuk warga peserta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari keluarga miskin ekstrem. Ia mendorong kepala daerah di Sultra agar mengadopsi kebijakan serupa.
“Tidak ada salahnya Pak Bupati membebaskan BPHTB warganya supaya tanahnya aman. Daripada tidak disertipikat lalu menimbulkan konflik di masa depan,” tegasnya.
Menurut data Kementerian ATR/BPN, sertipikasi tanah berkontribusi besar terhadap penerimaan BPHTB di Sulawesi Tenggara. Tahun 2024, BPHTB mencapai Rp68 miliar. Hingga Mei 2025, jumlahnya sudah menembus Rp38 miliar, naik dari Rp25 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tahun ini, BPHTB diprediksi bisa tembus Rp75–80 miliar.
Selain itu, sertipikasi tanah membuka akses masyarakat ke perbankan. Pada 2024, nilai Hak Tanggungan atau agunan ke bank dari bidang tanah bersertipikat di Sultra mencapai Rp5,7 triliun, sementara hingga Mei 2025 tercatat Rp1,6 triliun.
“Yang penting, kredit dari tanah bersertipikat ini dipakai untuk usaha, bukan untuk nikah lagi,” candanya.
Fokus pada Tanah Wakaf dan Rumah Ibadah
Percepatan sertipikasi tanah di Sultra juga menyasar tanah wakaf dan rumah ibadah. Dari 5.748 bidang, masih tersisa 4.200 bidang yang perlu disertipikatkan.
Nusron menargetkan penyelesaiannya dalam waktu tiga tahun, dengan strategi kolaboratif antara BPN, kepala daerah, dan masyarakat.
“Buat target realistis, satu desa menyelesaikan dua sampai tiga bidang per tahun. Dalam tiga tahun, semua bisa selesai,” katanya.
Validasi Data dan Perbaikan Layanan BPN Jadi Fokus
Dalam pengarahan terpisah di Kanwil BPN Sulawesi Tenggara, Menteri Nusron juga meminta percepatan validasi data pertanahan dan peningkatan layanan publik. Validasi data disebut penting untuk menghindari konflik, menyelesaikan sengketa, serta mendukung transformasi digital pelayanan pertanahan.
“Kita sedang migrasi ke sistem digital. Ini momentum untuk benahi layanan, sederhanakan proses bisnis, dan hapus praktik pungli,” ujar Nusron.
Ia menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan integritas SDM ATR/BPN, mulai dari staf, kepala seksi, hingga petugas loket. Nusron juga mengungkapkan tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri (Rapermen) terkait jalur karier ASN ATR/BPN, termasuk aturan rotasi, mutasi, dan sertifikasi manajemen risiko.
Nusron mengajak seluruh pihak, termasuk Komisi II DPR RI, DPRD Provinsi, Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan jajaran BPN, untuk bersinergi dalam menyelesaikan masalah pertanahan di Sultra. Ia menyebut kolaborasi eksekutif dan legislatif sebagai pilar penting dalam keberhasilan reformasi agraria.
“Saya harap ada kerja sama yang bersifat simbiosis mutualisme antara kita dan legislatif. Ini bagian dari kolaborasi kebangsaan,” ujarnya.
Rakor ini turut dihadiri Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong, Gubernur Sulawesi Tenggara Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, Dirjen Tata Ruang Suyus Windayana, Staf Khusus ATR/BPN Muda Saleh, dan seluruh kepala daerah serta jajaran Kanwil BPN se-Sultra. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post