JAKARTA – Pemerintah kembali menuai sorotan setelah izin operasi tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali dikeluarkan.
Keputusan ini dinilai sebagai bukti kegagalan negara melindungi kawasan konservasi dunia yang menyimpan 75 persen spesies terumbu karang bumi.
Setelah sebelumnya Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) pada Juni 2025, kini PT Gag Nikel—anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (Antam)—diberi izin kembali beroperasi oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Keputusan itu memicu kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI.
Lewat akun media sosialnya pada Sabtu (13/9/2025), Susi mendesak Presiden Prabowo untuk menghentikan operasi tambang yang dinilai mengancam kelestarian alam Raja Ampat.
Tambang Kembali Beroperasi di Pulau Gag
PT Gag Nikel diketahui kembali menjalankan aktivitas pertambangan sejak 3 September 2025, setelah mengantongi izin baru dari Kementerian ESDM. Perusahaan ini mengelola area tambang seluas 13.136 hektare di Pulau Gag.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan izin diberikan setelah PT Gag dinyatakan memenuhi syarat PROPER Hijau, yang berarti perusahaan dianggap taat dalam tata kelola lingkungan serta pemberdayaan masyarakat.
“Hijau itu artinya comply semua, baik pengelolaan lingkungan maupun pemberdayaan masyarakat,” ujar Tri, Minggu (14/9).
Menteri Lingkungan Hidup Faisol Hanif Nurofiq juga menegaskan bahwa dampak lingkungan dari aktivitas PT Gag bisa dimitigasi.
Ia mengklaim audit lingkungan telah dilakukan untuk memastikan kegiatan tambang tidak merusak ekosistem.
Kritik Aktivis Lingkungan
Namun, klaim pemerintah tersebut dipatahkan oleh berbagai aktivis lingkungan.
Greenpeace Indonesia menyebut keputusan menghidupkan kembali izin tambang di Raja Ampat sebagai bentuk pengabaian negara terhadap keanekaragaman hayati laut.
Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menilai langkah pemerintah melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
“Memberikan izin tambang di wilayah yang menjadi rumah bagi 75 persen spesies terumbu karang dunia adalah bentuk keserakahan pemerintah dan korporasi, yang lebih mementingkan keuntungan ekstraktif jangka pendek dibanding perlindungan lingkungan dan hak asasi manusia,” ujarnya.
Ancaman bagi Surga Wisata Dunia
Raja Ampat selama ini dikenal sebagai ikon wisata bahari dunia yang menyimpan keindahan laut, keanekaragaman hayati, dan ekosistem terumbu karang yang unik.
Aktivitas tambang nikel dinilai akan merusak daya tarik wisata sekaligus mengancam mata pencaharian masyarakat lokal yang bergantung pada sektor pariwisata dan perikanan.
Kritik publik semakin menguat karena dalam waktu kurang dari tiga bulan setelah penghentian operasi, PT Gag Nikel sudah kembali mendapat izin. Kondisi ini mempertegas tudingan bahwa pemerintah gagal konsisten melindungi Raja Ampat dari eksploitasi tambang.
Tekanan Publik Menguat
Desakan kepada Presiden Prabowo untuk bersikap tegas terus mengalir. Susi Pudjiastuti bersama berbagai aktivis lingkungan menuntut agar izin operasi PT Gag Nikel dicabut permanen demi menjaga warisan ekologi dunia.
Hingga kini, pemerintah pusat dinilai gagal menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan tanggung jawab menjaga lingkungan Raja Ampat, salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini


