KENDARI – Dinamika politik Partai Golkar Sulawesi Tenggara (Sultra) menjelang Musyawarah Daerah (Musda) semakin memanas.
Tokoh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sultra yang juga Mantan Bupati Buton Utara sekaligus kader senior Golkar, Abu Hasan, secara resmi menyatakan siap maju sebagai calon Ketua DPD I Partai Golkar Sultra.
Yang menarik, selain sebagai bakal calon, Abu Hasan juga dipercaya menjadi bagian dari panitia penyelenggara Musda.
Meski demikian, ia menegaskan tetap profesional dan menjunjung tinggi netralitas.
“Insya Allah saya akan mendaftar, dan saya akan menjadi yang pertama mendaftar,” ujar Abu Hasan dengan penuh keyakinan, dikutip Kamis (28/8/2025).
Komitmen Abu Hasan: Tegak Lurus DPP, Tapi Utamakan Mekanisme Partai
Abu Hasan menegaskan bahwa dirinya tetap tegak lurus dengan arahan dan kebijakan DPP Golkar. Namun ia menekankan, proses pemilihan ketua harus berjalan sesuai mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART partai.
“Restu DPP bukanlah syarat administratif. Tidak ada aturan partai yang mewajibkan restu sebagai tiket maju. Yang penting calon memenuhi syarat, seperti pendidikan minimal S1, pernah menjadi pengurus aktif satu periode, dan tidak tersangkut masalah hukum,” tegasnya.
Peta Persaingan: Tiga Nama Berebut Kursi Ketua Golkar Sultra
Hingga saat ini, ada tiga nama besar yang siap bertarung di Musda Golkar Sultra:
Herry Asiku, Ketua DPD I Golkar Sultra saat ini,
La Ode Darwin, Bupati Muna Barat,
Abu Hasan, mantan Bupati Buton Utara sekaligus kader senior Golkar dan petinggi KAHMI.
Abu Hasan menegaskan, deklarasi belum menjadi penentu. Kepastian baru akan terlihat saat Steering Committee membuka pendaftaran resmi.
Profesional sebagai Panitia, Siap Bertarung sebagai Kandidat
Meski menjabat panitia, Abu Hasan memastikan dirinya tetap netral. Ia menegaskan Musda Golkar Sultra harus berlangsung terbuka dan transparan, baik dengan mekanisme voting maupun aklamasi.
“Tidak ada keputusan di luar forum Musda. Semua berlangsung sesuai prosedur,” ujarnya.
Kapasitas Abu Hasan sebagai Petinggi KAHMI
Selain dikenal sebagai politisi Golkar, Abu Hasan juga memiliki rekam jejak panjang di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Jabatan strategis yang pernah ia emban di antaranya:
Ketua Umum Majelis Daerah KAHMI Kota Kendari (2003–2013),
Wakil Ketua Majelis Wilayah KAHMI Sultra (2006–2010),
Ketua Umum Majelis Wilayah KAHMI Sultra (2010–2015),
Ketua Presidium Majelis Wilayah KAHMI Sultra (2015–2021),
Sekretaris Majelis Etik PW KAHMI Sultra (2022–sekarang).
Kapasitasnya sebagai petinggi KAHMI memperkuat legitimasi politik Abu Hasan, karena ia dikenal sebagai figur yang mampu merajut komunikasi lintas organisasi dan generasi. Jaringan KAHMI dinilai akan menjadi modal penting dalam pertarungan Musda.
Musda Golkar Sultra 2025
Musda Golkar Sulawesi Tenggara diperkirakan akan digelar antara akhir Agustus hingga September 2025, dengan persaingan terbuka antar tokoh-tokoh kuat internal partai. Beberapa laporan lokal menyebut pelaksanaan pada bulan September 2025 sebagai skenario utama.
Peta Kekuatan, Dinamika, Risiko, dan Skenario
1) Peta aktor dan basis kekuatan
Herry Asiku (inkumbent/ketua DPD I): Memiliki keuntungan institusional—akses jaringan pengurus provinsi dan hubungan formal dengan struktur DPD/DPC—yang memberi modal organisasi dan legitimasi.
Data kepengurusan DPD I mencantumkan H. Herry Asiku sebagai ketua, sebuah fakta penting dalam menilai kekuatan strukturalnya.
La Ode Darwin (Bupati Muna Barat): Figur kepala daerah yang masih memegang mesin politik lokal (dukungan dari kursi parlemen daerah serta jaringan birokrasi di kabupaten). Sosok ini berpotensi menarik suara DPD II yang berorientasi pada kepala daerah.
Abu Hasan (kader senior & panitia Musda): Kombinasi pengalaman historis, jaringan KAHMI, dan peran dalam panitia memberi akses komunikasi yang luas. Namun, peran panitia menimbulkan pengawasan ketat terkait netralitas—isyarat yang bisa memengaruhi persepsi publik dan rival.
2) Mekanisme pemilihan & aktor penentu
Pemegang suara: Di Musda DPD Golkar, penentu kunci biasanya adalah gabungan suara perwakilan DPD II/DPC, organ sayap partai, serta pengaruh DPP (melalui mandat atau rekomendasi). Meski DPP tidak selalu muncul sebagai “syarat administratif”, pengaruhnya bersifat politis dan dapat mengarahkan koalisi.
Aklamasi vs Voting: Jika satu kandidat mampu menyatukan mayoritas DPD II dan organisasi sayap, aklamasi memungkinkan—mempercepat legitimasi. Sebaliknya, jika peta dukungan terfragmentasi, pemilihan voting akan terjadi dan negosiasi pos-pos strategis (wakil, sekretaris, komisi) menjadi penentu.
3) Risiko politik & tata kelola penyelenggaraan
Persepsi konflik kepentingan: Seorang calon yang juga bagian dari panitia (seperti Abu Hasan) harus extra hati-hati. Meski ada deklarasi netralitas, rival dapat mempolitisasi isu ini untuk menuntut audit proses, verifikasi administrasi, atau intervensi DPP. Laporan lokal sebelumnya juga menyorot tekanan publik terhadap netralitas panitia dalam Musda.
Intervensi DPP: DPP bisa menunda atau memberi mandat—langkah yang sering dipakai untuk meredam konflik internal atau menyelaraskan kepentingan nasional-provinsi. Calon yang mengandalkan restu DPP berpeluang lebih mudah menyatukan fraksi, namun bergantung pada skenario politik pusat.
4) Skenario hasil (3 kemungkinan utama)
Skenario A — Inkumbent (Herry Asiku) lanjutkan kepemimpinan: Jika Herry mempertahankan dukungan DPD II dan merangkul beberapa kepala daerah, kemungkinan aklamasi atau kemenangan voting tinggi. Dampak: stabilitas internal, kelanjutan arah politik lokal.
Skenario B — Figur kepala daerah (La Ode Darwin) merebut kursi: Jika Darwin mampu mengamankan dukungan kepala daerah dan DPC yang pragmatis, pergeseran akan memperkuat sentralisasi dukungan patron-klien berbasis eksekutif daerah.
Skenario C — Kader senior/organisator (Abu Hasan) menang: Kemenangan Abu akan menandakan kemenangan jaringan organisasi (KAHMI, sayap partai) dan kemampuan membangun koalisi lintas wilayah. Namun, ia harus menuntaskan persepsi konflik kepentingan sebagai panitia.
5) Implikasi jangka menengah (menuju 2029)
Kepemimpinan baru DPD I Golkar Sultra akan memengaruhi strategi koalisi pada Pilkada dan Pemilu legislatif 2029: aliansi dengan kepala daerah, distribusi kursi caleg, hingga koordinasi kampanye nasional.
Pemimpin yang berhasil menyatukan sayap partai dan struktur akar rumput akan meningkatkan daya tawar Golkar di Sultra. (Analisis berbasis peta politik lokal dan pola Musda sebelumnya).
Penentu Arah Politik 2029
Musyawarah Daerah Golkar Sultra dijadwalkan berlangsung pada akhir Agustus hingga September 2025. Pertarungan ini tidak sekadar soal kursi ketua, tetapi juga menentukan arah konsolidasi partai menuju Pilkada serentak 2029 dan strategi Golkar di tingkat nasional.
Abu Hasan menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya realistis dalam membaca peta politik: “Yang paling memahami masalah substansial Golkar saat ini adalah Herry Asiku dan saya sendiri. Kami berdua yang paling mengerti dinamika partai dari dalam.”
Dengan pengalaman panjang di Golkar, rekam jejak sebagai kepala daerah, serta kapasitas sebagai petinggi KAHMI, Abu Hasan muncul sebagai kandidat yang tak bisa diremehkan di Musda Golkar Sultra.
Pertarungan tiga poros besar ini akan menentukan apakah Golkar Sultra akan tetap di bawah kendali inkumben, beralih ke figur kepala daerah, atau memberi kesempatan kepada kader senior yang berpengalaman dalam organisasi.
Pada akhirnya, Musda Golkar Sultra 2025, bukan sekadar pemilihan figur, tetapi pertarungan model kepemimpinan: kesinambungan organisasi (Herry), kekuatan eksekutif daerah (La Ode Darwin), atau dominasi jaringan organisasi dan pengalaman (Abu Hasan).
Kemenangan siapa pun akan menetapkan peta koalisi Sultra menuju 2029. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini