KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) selama ini dikenal sebagai daerah kaya tambang, terutama nikel, aspal dan emas.
Namun, di balik gemerlap industri ekstraktif, tersimpan potensi hayati yang tak kalah menjanjikan: minyak kayu putih (Melaleuca leucadendra). Tanaman ini bukan hanya berkhasiat sebagai antimikroba alami penangkal Candida albicans, tetapi juga berpotensi menjadi penggerak ekonomi hijau bagi masyarakat lokal.
Minyak Kayu Putih dan Tantangan Kesehatan Global
Infeksi jamur Candida albicans kian meningkat, terutama di kalangan pasien dengan imunitas rendah. Resistensi terhadap obat konvensional seperti Fluconazole (35,3%) dan Nystatin (5,33%) mendorong pencarian solusi berbasis bahan alam.
Minyak kayu putih hadir sebagai jawaban. Dikutip dari laman Unair.ac.id, Selasa (26/8/2025), penelitian menunjukkan bahwa kandungan aktif 1,8-cineole mampu menghasilkan zona hambat hingga 61,36 mm terhadap Candida albicans, jauh melampaui efektivitas Nystatin 100 IU (19,3 mm). Fakta ini mengukuhkan posisi minyak kayu putih sebagai alternatif terapi antijamur yang kuat.
Peluang Green Economy di Sulawesi Tenggara
Kelebihan minyak kayu putih bukan hanya pada aspek medis, tetapi juga pada potensi ekonominya. Jika dikembangkan secara berkelanjutan, Sulawesi Tenggara bisa menjadikan kayu putih sebagai salah satu komoditas unggulan yang menopang transformasi ekonomi hijau.
Beberapa dampak strategisnya antara lain:
Diversifikasi ekonomi: Mengurangi ketergantungan daerah terhadap tambang nikel.
Penguatan UMKM: Produksi minyak kayu putih bisa melibatkan koperasi desa hingga industri herbal.
Lapangan kerja hijau: Membuka peluang kerja yang ramah lingkungan dari hulu (perkebunan) hingga hilir (industri farmasi dan kosmetik).
Ekspor produk herbal: Menembus pasar global dengan branding green product khas Indonesia.
Kayu Putih, Jalan Tengah antara Kesehatan dan Ekonomi
Dengan hasil penelitian yang meyakinkan, pengembangan minyak kayu putih selaras dengan Sustainable Development Goals (SDG’s), khususnya nomor 3 (Good Health and Well-being) dan nomor 8 (Decent Work and Economic Growth).
Artinya, Sulawesi Tenggara berpeluang besar untuk menjadikan kayu putih sebagai simbol transisi ekonomi: dari ketergantungan pada industri ekstraktif menuju ekonomi hijau yang berbasis keberlanjutan dan kesehatan masyarakat. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini