Produksi Daihatsu Turun Tajam Awal Tahun
Jakarta – Industri otomotif Indonesia kembali mendapat kabar kurang menyenangkan pada 2025. PT Astra Daihatsu Motor (ADM) mencatat penurunan produksi cukup signifikan sepanjang Januari hingga Juli tahun ini.
Data Gaikindo menunjukkan, total produksi Daihatsu hanya mencapai 74.762 unit dalam periode tersebut. Angka ini merosot 24,8% dibanding tahun sebelumnya yang mampu menembus 99.464 unit.
Meski begitu, ada sedikit sinyal positif pada Juli 2025. Produksi bulanan naik menjadi 10.433 unit, tumbuh 11,8% dibanding Juni yang hanya mencatat 9.336 unit. Walau kenaikan ini masih relatif kecil, setidaknya memberi angin segar di tengah tren penurunan.
Pasar Domestik Jadi Sumber Masalah
Menurut Sri Agung Handayani, Direktur Marketing sekaligus Corporate Communication ADM, penurunan tajam tersebut terutama dipicu melemahnya pasar dalam negeri.
“Porsi produksi kami terbesar memang di pasar domestik—sekitar 70% lokal dan 30% ekspor. Kalau ekspor masih naik 3%, justru pasar domestik anjlok 12%,” ungkap Agung di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Lesunya penjualan dalam negeri dinilai berkaitan langsung dengan kondisi ekonomi yang masih berat. Daya beli masyarakat melemah, sehingga penjualan mobil ikut tertekan.
Segmen Andalan Ikut Melambat
Yang lebih mengkhawatirkan, penurunan tidak hanya terjadi di satu jenis kendaraan. Hampir semua segmen utama Daihatsu terkena dampak.
Mulai dari mobil LCGC (Low Cost Green Car), pikap, hingga SUV medium, semuanya mencatat perlambatan.
“Segmen domestik ini erat hubungannya dengan produksi ADM, baik untuk brand Daihatsu maupun merek lain. Penurunannya menunjukkan betapa sulitnya perekonomian Indonesia mengejar target 1 juta unit produksi per tahun,” lanjut Agung.
Ekspor Jadi Penopang
Di sisi lain, pasar ekspor masih mampu memberi napas bagi Daihatsu. Permintaan luar negeri menunjukkan tren positif meski tidak terlalu besar.
Daihatsu tetap kuat di segmen kendaraan dengan harga di bawah Rp300 juta. Pasar ini menyumbang hampir separuh dari total penjualan mobil nasional.
“Di segmen bawah Rp300 juta, Daihatsu memegang pangsa pasar 34,5%. Itu menempatkan kami di posisi nomor satu,” kata Agung.
Tantangan dari Mobil Listrik Murah
Meski ekspor masih menopang, ancaman baru muncul di pasar domestik. Mobil listrik murah asal China mulai masuk ke Indonesia dengan harga kompetitif.
Beberapa model bahkan dijual setara dengan mobil LCGC, bahkan ada yang dipasarkan di bawah Rp200 juta. Kondisi ini jelas berpotensi mengganggu dominasi merek-merek lama, termasuk Daihatsu.
Namun, Agung menilai pasar mobil listrik murni (BEV) di Indonesia masih sempit. Adopsi kendaraan elektrifikasi (xEV) baru mencapai 4,5%, termasuk hybrid. Sementara penetrasi BEV hanya 1,5% dari total pasar.
Fokus pada Pasar Terjangkau
Menghadapi tantangan tersebut, Daihatsu memilih tetap fokus di segmen kendaraan terjangkau. Menurut Agung, pasar ini paling relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, khususnya pembeli mobil pertama.
“Kami tetap berusaha memberikan layanan purna jual yang terjangkau. Nilai jual kembali juga jadi perhatian, apalagi untuk konsumen di perkotaan maupun wilayah pinggiran,” jelasnya.
Selain itu, Daihatsu menaruh perhatian besar pada segmen LCGC dan mobil pikap. Kedua jenis kendaraan ini dinilai strategis, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tapi juga mendukung usaha kecil dan menengah (UKM).
“Fokus kami tetap di kendaraan terjangkau agar masyarakat bisa memiliki mobil dengan harga rasional. Bahkan, mobil pikap bisa membantu mereka memulai usaha kecil,” tutup Agung.
Latar Belakang Industri Otomotif Indonesia
Secara umum, industri otomotif nasional memang sedang menghadapi masa sulit. Target 1 juta unit produksi per tahun masih menjadi tantangan berat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Faktor lain yang ikut memengaruhi adalah:
-
Meningkatnya harga bahan baku otomotif.
-
Tingkat suku bunga tinggi yang membuat pembiayaan kendaraan semakin mahal.
-
Persaingan ketat dengan merek baru, termasuk pabrikan China yang agresif masuk ke pasar mobil listrik murah.
Menariknya, meski produksi mobil konvensional melambat, tren elektrifikasi mulai menunjukkan geliat, meski masih kecil porsinya. Pemerintah sendiri menargetkan adopsi kendaraan listrik meningkat pesat dalam beberapa tahun ke depan.
Produksi Daihatsu sepanjang Januari–Juli 2025 memang anjlok hampir 25%. Lesunya pasar domestik menjadi faktor utama, meski ekspor masih bisa memberi sedikit penopang.
Tantangan semakin besar dengan masuknya mobil listrik murah, namun Daihatsu masih percaya diri di pasar mobil terjangkau di bawah Rp300 juta.
Bagi konsumen, kondisi ini bisa berarti lebih banyak pilihan kendaraan, baik konvensional maupun listrik. Sementara bagi industri otomotif nasional, tahun 2025 menjadi ujian penting untuk menata strategi di tengah persaingan global.MS