KENDARI – Kondisi petani di Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali mendapat sorotan serius.
Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2025 anjlok ke level 106,70, turun tajam 2,01 persen dibanding bulan sebelumnya yang berada di angka 108,89.
“Penurunan ini menjadi sinyal daya beli petani melemah akibat harga jual hasil pertanian turun lebih dalam dibanding harga kebutuhan konsumsi dan biaya produksi,” jelas Plt. Kepala BPS Sultra Andi Kurniawan dalam rilisnya, Kamis, 1 Oktober 2025.
Mengapa NTP Turun?
BPS Sultra menjelaskan, penurunan terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) merosot 2,46 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani (Ib) hanya turun 0,46 persen. Artinya, pendapatan petani dari hasil panen anjlok lebih dalam dibanding pengeluaran untuk kebutuhan hidup dan produksi.
NTP Per Subsektor: Perkebunan Paling Terpuruk
Tanaman Pangan (NTPP): turun 1,08% ke 103,55
Hortikultura (NTPH): turun 2,56% ke 110,57
Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR): turun 3,59% ke 108,05
Peternakan (NTPT): naik 0,60% ke 105,91
Perikanan (NTNP): naik tipis 0,39% ke 107,21
Yang paling terpukul adalah subsektor perkebunan rakyat, dengan penurunan hingga 3,59 persen akibat jatuhnya harga kakao, kemiri, dan kelapa.
Sebaliknya, subsektor peternakan dan perikanan menjadi penyelamat, meski kenaikan tidak signifikan.
Konsumsi Rumah Tangga Turun
Selain melemahnya harga jual, Indeks Konsumsi Rumah Tangga (IKRT) di Sultra juga menurun 0,61 persen. Faktor utamanya adalah turunnya harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Komoditas Naik dan Turun
Beberapa komoditas yang harganya naik dan membantu petani antara lain:
Cengkeh, nilam, lada, mete, jagung, ayam ras pedaging, dan sapi potong.
Sementara komoditas yang justru membebani petani adalah:
Kakao, gabah, tomat, kacang panjang, cabai rawit, kelapa, pisang, dan ikan kembung.
Sultra Terburuk Kedua di Sulawesi
Jika dibandingkan antarprovinsi di Sulawesi, Sultra menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan penurunan NTP 2,01 persen. Hanya Provinsi Sulawesi Tengah yang mencatat penurunan lebih dalam yakni 2,07 persen. Sementara itu, Gorontalo justru menjadi satu-satunya provinsi yang mencatat kenaikan NTP sebesar 1,80 persen.
Ancaman Serius bagi Daya Beli Petani
Penurunan NTP September 2025 memperlihatkan rapuhnya posisi petani di tengah fluktuasi harga komoditas. Jika tren ini berlanjut, petani Sultra terancam semakin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sementara biaya produksi terus menekan.
“Kondisi ini menjadi peringatan bagi pemerintah daerah dan pusat untuk segera melakukan intervensi kebijakan, mulai dari stabilisasi harga, penguatan akses pasar, hingga insentif produksi pertanian,” imbuh Andi. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini