KENDARI – Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) regional Sulawesi Tenggara (Sultra) hingga 31 Agustus 2025 menembus Rp15.496,77 miliar atau 57,08% dari total pagu.
Angka jumbo ini seolah menjadi mesin penggerak ekonomi daerah yang tumbuh 5,89% (y-o-y) pada triwulan II-2025.
Namun, di balik euforia pertumbuhan ekonomi, penerimaan pajak justru mengalami kontraksi tajam akibat sektor tambang yang lesu. Demikian dikutip dari laporan realisasi APBN Regional Sultra yang disiarkan Kementerian Keuangan RI – DJPb Kanwil Sultra, Senin (22/9/2025).
Ekonomi Naik, Inflasi Terkendali
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sultra pada triwulan II-2025 tercatat Rp49,82 triliun (harga berlaku) dan Rp29,40 triliun (harga konstan 2010). Inflasi Agustus 2025 mencapai 3,75% (y-o-y), masih dalam batas wajar meski sempat terjadi deflasi 0,24% (m-to-m).
Pendapatan Negara: Pajak Tambang Anjlok
Hingga akhir Agustus 2025, pendapatan negara di Sultra hanya Rp2.619,50 miliar atau 48,17% target APBN. Angka ini terkontraksi 3,61% dibanding periode sama tahun lalu.
Pajak: Rp2.053,08 miliar, turun 4,82% (y-o-y).
Pajak Bumi & Bangunan (PBB) jatuh 57,68%.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) anjlok 46,09%.
Penyebab: kebijakan Coretax (WP cabang ditarik ke pusat), restitusi pajak besar-besaran, belum turunnya RKAB tambang, harga nikel fluktuatif, serta ekspor aspal Buton yang melemah.
Kepabeanan: Rp160,10 miliar, tumbuh 38,69% (y-o-y). Didominasi bea masuk Rp159,62 miliar atau 109,42% target berkat impor gula dari Brazil oleh PT Prima Alam Gemilang di Bombana.
PNBP: Rp566,42 miliar, naik tipis 1,02% dari tahun lalu (81,82% target). Namun, BLU justru terkontraksi 12,81%.
Belanja Negara: Masih Tertahan Efisiensi
Realisasi belanja pusat di Sultra mencapai Rp3.579,50 miliar (48,71% dari pagu).
Belanja Pegawai: Rp2.076,43 miliar (70,84%).
Belanja Barang: Rp1.129,19 miliar (37,43%).
Belanja Modal: Rp366,67 miliar (26,45%).
Bantuan Sosial: Rp6,92 miliar (50,43%).
Sementara itu, Transfer ke Daerah (TKD) sudah tersalur Rp11.917,57 miliar (60,19%). Meski DBH naik 27,09%, komponen lain justru tertekan, seperti DAU turun 3,12%, DAK Fisik anjlok 31,15%, hingga Dana Desa merosot 11,37%.
Ironisnya, proyek besar seperti Labkes Pemda Buton Selatan senilai Rp14 miliar dan ruang radioterapi RSUD Bahteramas Rp22 miliar gagal jalan karena proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) yang terlambat.
Antara Kemajuan dan Ketergantungan
Dengan APBN Sultra Rp15,4 triliun, roda ekonomi memang berputar kencang. Namun, kontraksi pajak tambang dan tersendatnya proyek strategis mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya inklusif dan berkelanjutan.
Pertanyaannya kini: mampukah Sulawesi Tenggara keluar dari paradoks ekonomi tumbuh tapi pajak tambang runtuh? (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini