KENDARI – Hutan Sulawesi Tenggara (Sultra) terus dibabat, gunung-gunung dikeruk, laut dan sungai tercemar. Semua demi kerakusan nikel.
Kini, wajah perampokan sumber daya alam Sultra bukan lagi sekadar isu, tetapi nyata: mafia tambang yang beroperasi secara ilegal dengan perlindungan politik, militer, hingga korporasi besar.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sultra menantang langsung Presiden Prabowo Subianto untuk membuktikan keberaniannya memberantas mafia nikel yang disebut merugikan negara ratusan triliun rupiah.
Tantangan itu muncul setelah Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraannya di Sidang Bersama DPR-DPD (15/8/2025) mengungkap ada 1.063 tambang ilegal yang masih beroperasi di Indonesia.
WALHI: Bukan Retorika, Saatnya Bongkar Mafia Nikel
Direktur Eksekutif WALHI Sultra, Andi Rahman, menegaskan pernyataan Presiden tidak boleh berhenti pada retorika politik.
“Presiden sudah bicara di forum resmi negara. Kalau benar ada 1.063 tambang ilegal, maka buktikan sekarang. Rakyat berhak tahu siapa mafia nikel yang merampok sumber daya alam dan merusak lingkungan,” tegas Andi Rahman, Sabtu (16/8/2025).
Menurut WALHI, Sultra adalah episentrum tambang ilegal. Pulau Kabaena, Wawonii, Konawe Utara, Konawe Selatan, Kolaka, dan Kolaka Utara menjadi kawasan rawan perampokan tambang.
Dampaknya adalah deforestasi masif, air sungai penuh sedimen, hingga pesisir laut tercemar lumpur nikel yang menghancurkan sumber hidup nelayan dan petani.
Jejaring Gelap: Politik, Militer, dan Korporasi
Laporan investigasi WALHI Sultra bersama Satya Bumi berjudul “Kabaena Jilid II: Menelusuri Pintu Awal Kerusakan dan Jejaring Politically Exposed Person” menyebut ada dugaan keterlibatan elit nasional hingga daerah. Aparat keamanan, pejabat politik, hingga kelompok usaha besar dituding melindungi dan menikmati keuntungan dari tambang ilegal.
“Dugaan keterlibatan aparat dan elit politik membuat praktik tambang ilegal semakin masif. Hutan ditebang, laut rusak, tapi rakyat kecil yang menanggung akibat,” kata Andi Rahman.
Laporan 29 Perusahaan ke Kejagung
WALHI Nasional sebelumnya telah melaporkan 29 perusahaan yang diduga terlibat praktik tambang ilegal ke Kejaksaan Agung pada 3 Juli 2025. Dari jumlah itu, 14 perusahaan bergerak di sektor pertambangan: 6 di nikel dan 8 di batu bara.
Menurut Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, kerugian negara dari tambang ilegal itu mencapai Rp200 triliun.
“Masalahnya bukan hanya jumlah perusahaan, tetapi lemahnya penegakan hukum. Negara kerap tunduk pada kepentingan korporasi. Aparat seolah melindungi perusahaan jahat yang merampok sumber daya,” ujar Uli.
Mafia Nikel dan Hilirisasi yang Cacat
Kekayaan nikel Sultra seharusnya menjadi penopang hilirisasi industri baterai kendaraan listrik yang dicanangkan pemerintah. Namun, praktik tambang ilegal justru menggerogoti fondasi hilirisasi itu.
Alih-alih menghadirkan kesejahteraan, mafia nikel memperkuat oligarki ekonomi yang melibatkan politisi, pensiunan jenderal, dan taipan besar. Banyak perusahaan tambang ilegal tetap bisa menembus rantai pasok smelter resmi karena lemahnya sistem verifikasi asal-usul bijih nikel.
“Ini yang disebut penjajahan gaya baru. Hutan kita habis, rakyat sengsara, tapi keuntungan hanya mengalir ke segelintir elite dan asing,” ujar pengamat energi Universitas Halu Oleo, yang menilai hilirisasi tanpa pengawasan justru memperparah perampokan sumber daya.
Geopolitik Nikel: Indonesia dalam Cengkeraman Global
Sebagai produsen nikel terbesar dunia, Indonesia — khususnya Sultra — menjadi rebutan kekuatan global. China, Korea Selatan, Jepang, hingga Amerika Serikat membangun investasi smelter dan baterai listrik.
Namun, mafia tambang yang dibiarkan hidup justru menciptakan pasar gelap nikel yang melemahkan posisi tawar Indonesia di tingkat internasional.
Investor resmi dirugikan, sementara praktik pencucian bijih nikel ilegal terus berlangsung melalui ekspor gelap ke negara lain.
Inilah mengapa WALHI menilai masalah tambang ilegal bukan sekadar isu lingkungan, melainkan persoalan kedaulatan negara.
Puan Maharani: DPR Dukung Presiden Prabowo
Di Senayan, Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan dukungannya terhadap langkah Presiden menertibkan 1.063 tambang ilegal, termasuk di Sulawesi Tenggara.
“Kami siap mendukung bagaimana penegakan hukum di sektor tambang dilaksanakan dengan baik. Semangat Presiden untuk menegakkan Pasal 33 UUD 1945 harus kita dukung bersama,” tegas Puan usai Sidang Bersama DPR-DPD (15/8/2025).
Publik Menunggu Bukti Nyata
Kini, semua mata tertuju pada langkah Presiden Prabowo. Apakah ia berani membuka daftar perusahaan tambang ilegal, menertibkan aparat yang bermain di belakangnya, dan menindak elit politik serta korporasi besar tanpa pandang bulu?
“Kalau tidak ada langkah nyata, publik hanya akan melihat ini sebagai gertakan podium belaka. Hutan sudah dibabat, nikel dijarah. Jangan biarkan penjajahan sumber daya alam Sulawesi Tenggara terus berlanjut,” tutup Andi Rahman.
Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-80.. Merdeka…
(MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini