KOLAKA – Ketegangan di kawasan tambang nikel PT Vale Indonesia Tbk, Blok Pomalaa, masih berlanjut.
Setelah ratusan massa ormas pemuda mendirikan tenda dan menduduki area tambang sejak Senin (8/9/2025), kini giliran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kolaka turun langsung menemui massa aksi pada Selasa (9/9/2025).
Ketua DPRD Kolaka, I Ketut Arjana, didampingi Wakil Ketua Syaifullah Halik serta anggota DPRD lainnya, hadir langsung berdialog dengan masyarakat yang menuntut implementasi nyata perusahaan dalam menyerap tenaga kerja lokal Kolaka.
“Kami pastikan tuntutan masyarakat adat ini segera kami tindaklanjuti. Kami akan duduk bersama bupati dan menyampaikan aspirasi ini langsung kepada pimpinan PT Vale,” tegas I Ketut Arjana.
DPRD Kolaka Tunjukkan Keberpihakan pada Rakyat
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPRD Kolaka Syaifullah Halik menegaskan bahwa lembaganya telah lebih dulu menghadirkan payung hukum untuk memperjuangkan masyarakat lokal.
Dua regulasi penting lahir dari inisiatif DPRD Kolaka:
Perda Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal, yang mewajibkan perusahaan tambang merekrut minimal 70% pekerja lokal Kolaka.
Perda Pemberdayaan Pengusaha Lokal, yang memprioritaskan perusahaan daerah sebagai mitra kerja.
“Kami tidak anti investasi. Tapi, investasi di Kolaka harus berpihak pada rakyat lokal. Kehadiran tambang nikel wajib membawa kesejahteraan untuk masyarakat Wonua Mekongga,” ujar Syaifullah.
Tuntutan Pemuda Kolaka: Jangan Hanya Janji
Aksi demonstrasi ini dipimpin oleh tokoh adat sekaligus mantan Wakil Bupati Kolaka, Muhammad Jayadin, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Adat Mekongga. Ia menegaskan tuntutan massa sederhana namun tegas:
1. PT Vale wajib mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja lokal sesuai Perda dan Perbup yang berlaku.
2. Perusahaan lokal diberi ruang dalam proyek tambang dan smelter.
“Kami tidak mau hanya berkomunikasi dengan manajemen Vale di Kolaka. Aspirasi ini harus sampai ke pusat, ke pimpinan Vale di Jakarta,” kata Jayadin lantang.
PT Vale Klaim Berkomitmen, Massa Bertahan di Lokasi
Merespons aksi tersebut, Head of Corporate Communication PT Vale, Vanda Kusumaningrum, menyatakan perusahaan menghormati aspirasi masyarakat.
Vale berjanji menyiapkan program pelatihan agar putra-putri Kolaka bisa mengisi berbagai posisi strategis serta membuka peluang bagi pengusaha lokal.
Namun, pernyataan itu belum cukup meredam amarah. Ratusan massa masih bertahan di lokasi tambang, mendirikan tenda, dan menunggu langkah nyata perusahaan.
Proyek HPAL (High Pressure Acid Leaching) di Pomalaa memang menjadi salah satu investasi strategis nasional dalam hilirisasi nikel.
Tapi, tanpa keterlibatan masyarakat lokal, proyek raksasa ini terancam kehilangan legitimasi sosial. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini


