KENDARI – Seratus hari pertama masa kepemimpinan Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) dan Wakil Gubernur Hugua menjadi sorotan publik. Di satu sisi, berbagai program percepatan pembangunan dan pelayanan publik mulai dijalankan. Namun di sisi lain, kritik tajam juga muncul dari kelompok masyarakat sipil yang mempertanyakan keseriusan dan transparansi kepemimpinan keduanya.
Sejauh ini, belum ada hasil survey atau riset yang mengukur 100 hari kinerja ASR-Hugua. Namun berdasarkan catatan redaksi MediaSultra.com secara umum, sejak resmi menjabat, ASR memimpin berbagai inisiatif strategis sebagai wujud dari komitmennya membangun Sulawesi Tenggara secara menyeluruh dan berkeadilan mulai dari:
1. Reformasi Birokrasi dan Transparansi Pemerintahan
ASR langsung menggelar audit kinerja internal terhadap OPD dan memperkenalkan sistem e-Government berbasis transparansi dan akuntabilitas. Ia juga memimpin langsung sidang evaluasi anggaran dan menghapus praktik ijon proyek di lingkungan pemprov.
2. Akselerasi Infrastruktur Dasar dan Konektivitas Wilayah
Di bawah komandonya, Pemprov Sultra menuntaskan pembangunan jalan penghubung antar kabupaten, mempercepat revitalisasi pelabuhan penyeberangan, dan meluncurkan program “Sultra Terang” untuk pemerataan akses listrik pedesaan.
3. Penguatan Sektor Pertanian dan Perikanan
ASR memfokuskan dana stimulus untuk petani dan nelayan, termasuk subsidi benih, alat tangkap, dan akses pemasaran digital. Program “Berkah Tani Sultra” resmi diluncurkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani lokal.
4. Pendidikan dan Kesehatan Gratis Berkualitas
Dengan pendekatan kolaboratif, ASR menandatangani MoU dengan perguruan tinggi dan RS rujukan nasional guna meningkatkan kualitas guru dan tenaga medis. Ia juga meresmikan program beasiswa “SULTRA CERDAS” dan pengobatan gratis untuk warga miskin.
5. Investasi dan Industrialisasi Berbasis Lingkungan
Gubernur ASR mendorong pembangunan kawasan industri hijau berbasis nikel dan energi terbarukan, termasuk mempercepat pengembangan Indonesia Pomalaa Industrial Park (IPIP). Ia juga aktif melakukan diplomasi investasi ke pusat dan luar negeri.
6. Penguatan Kearifan Lokal dan Budaya Tolaki
ASR tampil sebagai tokoh pemersatu dalam Musyawarah Adat Tolaki ke-V, menyuarakan pentingnya budaya sebagai pilar pembangunan. Ia meresmikan revitalisasi pusat budaya Tolaki dan menetapkan Hari Budaya Sultra sebagai agenda tahunan.
7. Penanganan Bencana dan Respons Cepat Sosial
Dalam beberapa kasus banjir dan longsor, ASR turun langsung ke lapangan, memimpin evakuasi, dan memastikan distribusi bantuan logistik merata. Ia juga menggulirkan dana tanggap darurat bagi wilayah terdampak.
8. Pemberdayaan UMKM dan Ekonomi Digital
Lewat program “Sultra Naik Kelas”, Gubernur menggandeng platform digital untuk mendampingi pelaku UMKM masuk pasar e-commerce. Ia juga membuka akses permodalan murah melalui KUR bersubsidi.
Sementara, Wakil Gubernur Hugua berperan penting dalam diplomasi pembangunan, terutama menjembatani antara kekuatan masyarakat adat, pelaku pariwisata, dan kalangan akademik. Ia memimpin forum ekonomi inklusif serta aktif dalam mendorong penguatan ekonomi pesisir dan industri kreatif berbasis budaya lokal.
Kritik Keras
Meski berbagai program tersebut telah digulirkan, kritik keras datang dari Forum Advokasi Mahasiswa Hukum Indonesia (FAMHI).
Ketua Umum FAMHI, Midul Makati, SH., MH., menyatakan bahwa 100 hari masa pemerintahan ASR–Hugua belum menunjukkan realisasi nyata dari janji kampanye.
“Kami menilai 100 hari kepemimpinan ASR-Hugua hanya sebatas pencitraan, tanpa adanya bukti nyata dari janji kampanye yang mereka gaungkan. Ini sangat mengecewakan,” ujar Midul Makati di Jakarta Selatan, Selasa (28/5).
FAMHI menyoroti belum adanya kebijakan konkret yang berpihak langsung kepada masyarakat di sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, kelautan, dan infrastruktur. Midul juga mengkritisi praktik pembagian uang oleh ASR kepada kelompok masyarakat tertentu dalam forum resmi, yang menurutnya patut dipertanyakan sumber dan akuntabilitasnya.
“Jika itu uang pribadi, harusnya diaudit oleh lembaga berwenang. Jangan sampai menimbulkan kecurigaan publik,” tegasnya.
Menurut FAMHI, ASR tidak dapat memisahkan kapasitas pribadi dari peran resminya sebagai pejabat negara. Tindakan semacam itu, jika dilakukan dalam konteks tugas resmi, harus disertai mekanisme pertanggungjawaban yang jelas.
Midul juga mendesak agar ASR-Hugua mengubah paradigma kepemimpinan dari simbolik menjadi substansial, dengan menitikberatkan pada kebijakan jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.
“Sudah saatnya berhenti bermain dalam wilayah pencitraan, dan mulai bekerja nyata demi rakyat Sultra,” tutupnya.
Kepemimpinan ASR–Hugua saat ini berada di persimpangan antara ekspektasi masyarakat dan tekanan untuk membuktikan hasil. Seratus hari adalah langkah awal, namun publik kini menunggu, apakah program-program unggulan yang telah dicanangkan akan benar-benar memberikan perubahan signifikan?
Di tengah pujian dan kritik, satu hal menjadi jelas, legitimasi sejati hanya akan lahir dari kerja nyata yang menyentuh kehidupan rakyat Sulawesi Tenggara secara langsung dan berkelanjutan. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post