JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi mendesak pemerintah pusat dan daerah segera memberlakukan moratorium PLTU smelter nikel di Sulawesi. Desakan ini muncul akibat meningkatnya kerusakan lingkungan dan krisis kesehatan warga yang tinggal di sekitar kawasan industri hilirisasi nikel.
Seruan ini disampaikan dalam konferensi pers bertajuk “Sulawesi Lumbung Polusi: Hilirisasi Nikel dan Runtuhnya Tatanan Sosial-Ekologis di Sulawesi” yang digelar di Kantor Eksekutif WALHI Pusat, Jakarta, pada Kamis (22/5/2025).
Ramadhan Annas, warga Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Morowali, Sulawesi Tengah, menyampaikan kesaksiannya sebagai korban langsung dari dampak buruk PLTU milik PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP) yang berjarak hanya 100 meter dari rumahnya.
“Debu dari PLTU dan smelter ini telah merampas hak kami untuk hidup sehat dan aman. Industri ini perlahan membunuh kami,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa PLTU berbahan bakar batu bara menjadi sumber utama pencemaran udara, pencemaran air, dan hilangnya ruang hidup masyarakat lokal.
Data Puskesmas Wosu menunjukkan lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dari 735 kasus pada 2021 menjadi 1.148 kasus pada 2023.
Selain polusi, warga juga menghadapi intimidasi dan kriminalisasi. Ramadhan bahkan dilaporkan ke kepolisian usai memimpin aksi protes terhadap aktivitas industri yang merusak desanya.
Di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, situasi tak jauh berbeda. Gian Purnamasari dari WALHI Sultra mengungkapkan polusi PLTU di Morosi berdampak langsung pada kesehatan warga, terutama perempuan dan anak-anak.
“Debu hitam masuk hingga ke lemari makan. Ibu-ibu harus membersihkan rumah dua kali sehari,” kata Gian.
Dampak lain dialami petambak di Desa Tani Indah. Fly ash dan bottom ash dari PLTU mencemari tambak mereka. Hasil panen yang sebelumnya mencapai Rp50 juta, kini sering gagal total.
Selain itu, WALHI menemukan kandungan logam berat seperti kadmium dan timbal di sungai-sungai sekitar kawasan industri nikel, yang dapat menyebabkan kanker dan kematian dini.
“Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi pelanggaran hak asasi manusia. Negara abai terhadap Pasal 28H UUD 1945 tentang hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat,” tegas Gian.
Desakan Revisi Perpres dan Penghentian PLTU Captive
Muhammad Al Amin, Dinamisator Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi, meminta revisi Perpres 112/2022 yang masih mengizinkan pembangunan PLTU captive untuk industri.
“Kami menuntut Presiden Prabowo dan Menteri Bahlil mencabut pengecualian untuk PLTU captive. Saatnya berhenti menambah PLTU baru dan beralih ke energi bersih,” ujarnya.
Koalisi juga menuntut evaluasi terhadap proyek strategis nasional (PSN) hilirisasi nikel yang dinilai merusak ekosistem dan mengabaikan prinsip keadilan ekologis.
“Jika dibiarkan, hilirisasi nikel berbasis energi kotor hanya memperparah krisis iklim dan penderitaan masyarakat lokal,” pungkas Al Amin. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post