BOMBANA – Di bawah langit biru Rarowatu yang cerah, gema gendang adat dan lantunan doa tradisional membelah keheningan pagi.
Sabtu, 19 Juli 2025, masyarakat Bombana bersatu dalam tradisi sakral Montewehi Wonua—tradisi suci Suku Moronene yang tak hanya mengakar dalam budaya, tapi juga menggugah semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bertempat di Raha Mpu’u, Rumah Adat Moronene di Kelurahan Taubonto, Bupati Bombana Burhanuddin didampingi istri dan Ketua TP PKK Bombana Hj. Fatmawati Kasim Marewa, bersama Wakil Bupati Ahmad Yani, hadir langsung menyaksikan tradisi leluhur yang menjadi simbol harmoni, sinergi, dan keteguhan identitas budaya.
Hadir pula sosok-sosok penting yang memperkuat makna acara, antara lain: PYM Apua Mokole Alfian Pimpie – Raja Moronene–Pauno Rumbia VII, La Ode Muhammad Sjamsul Qamar – Sultan Buton ke-41, La Ode Riago – Ketua MAKN Muna, La Ode Ahlul Musafi – Raja Kulisusu, Tokoh Lembaga Adat Tolaki (LAT) dan Rukun Keluarga Moronene (RKM) Sultra dan Ketua DPRD Bombana, Iskandar.
Tradisi yang Menghidupkan Jiwa Wonua
Tradisi ini mengusung tema “Po’Isarati Lipu Pontutura Wonua, Mo’ita Barakatino Apu Allah Ta’ala Kai Sangkowi Akita’O Kamoicoa, Kato Pada Meka Peha-Pehawa, Meka O’oloi, Meka Engkatako, Wangusako Wonua I Bombana Lipu I Moronene” ,
Tema berbahasa Moronene ini sarat filosofi tentang keberkahan, gotong royong, dan pengabdian kepada Sang Pencipta, sehingga Montewehi Wonua menjadi ajakan bagi semua untuk kembali pada akar: menyatu dengan tanah leluhur, bersatu sebagai masyarakat, dan hidup dalam damai tanpa sekat.
“Acara ini adalah panggilan leluhur untuk kita menjaga persaudaraan, menyatukan niat, dan membangun Bombana dalam semangat kebersamaan,” ujar Bupati Burhanuddin dalam sambutannya yang disambut tepuk tangan hangat para tokoh adat.
Nuansa Budaya yang Kental dan Sakral
Suasana penuh khidmat mewarnai prosesi adat. Tarian Momani menyambut para tamu kehormatan dengan gerakan anggun yang menyiratkan penghormatan dan doa.
Seekor sapi disembelih sebagai simbol pengorbanan dan keberkahan, menghadirkan pesan spiritual yang kuat kepada seluruh warga.
Puncak acara ditandai dengan pelantikan pengurus LAKMOR–KEUWIA (Lembaga Adat Kesatuan Masyarakat Moronene–Keuwia), sebagai wujud regenerasi penjaga adat dan budaya.
Acara ditutup dengan pertukaran cinderamata antar para raja, mempererat silaturahmi antar komunitas adat lintas daerah.
“Budaya bukan hanya peninggalan, tetapi kekuatan yang menyatukan. Inilah akar kita sebagai masyarakat Wonua Bombana,” tegas Bupati Burhanuddin, sembari mengusulkan agar Montewehi Wonua dijadikan agenda tahunan resmi.
Ia berharap tradisi ini menjadi jembatan generasi muda untuk mencintai budaya sendiri, merawat keberagaman, dan menjadikan Bombana sebagai rumah besar yang damai bagi semua suku dan golongan. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post