KENDARI – Universitas Halu Oleo (UHO) bersiap menyambut babak baru dalam kepemimpinannya. Setelah dua periode masa jabatan Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, kini enam kandidat resmi maju sebagai calon rektor periode 2025–2029. Masing-masing membawa visi, latar belakang, dan pengalaman yang berbeda.
Lantas, siapakah di antara mereka yang paling layak menakhodai UHO menuju masa depan yang lebih progresif?
1. Prof. Dr. Ruslin, S.Pd., M.Si
Sebagai Dekan Fakultas Farmasi, Prof. Ruslin dikenal berkomitmen pada pengembangan pendidikan sains dan kesehatan. Ia sukses memimpin peningkatan akreditasi fakultas dan membangun jaringan riset lintas disiplin. Visi inovatifnya berfokus pada penciptaan ekosistem riset unggulan dan kolaborasi akademik yang berdampak luas.
2. Prof. Dr. Yusuf Sabilu, M.Kes
Mantan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat ini membawa pendekatan berbasis kebijakan dan kesehatan publik. Kepemimpinannya dikenal inklusif dan partisipatif, dengan perhatian besar pada penguatan mutu layanan akademik dan kontribusi UHO terhadap isu-isu strategis di masyarakat, terutama dalam sektor kesehatan.
3. Prof. Dr. Takdir Saili
Sebagai Direktur Pascasarjana UHO, Prof. Takdir dikenal memiliki jaringan luas dan semangat internasionalisasi. Fokus utamanya adalah memperkuat kualitas program pascasarjana, memperluas kemitraan global, serta menjadikan UHO sebagai universitas riset unggulan di Kawasan Timur Indonesia.
4. Prof. Dr. Edy Karno, S.Pd., M.Pd
Dengan pengalaman sebagai dosen senior dan pemimpin akademik, Prof. Edy mengusung visi “Asta Cita, Energi Baru UHO yang Bersinergi.” Ia menekankan pentingnya sinergi lintas unit kerja, reformasi birokrasi kampus, serta budaya akademik yang produktif dan beretika.
5. Prof. Armid
Sebagai Wakil Rektor VI, Prof. Armid memiliki pengalaman dalam perencanaan strategis dan kemitraan eksternal. Ia dinilai sebagai figur teknokratis yang memiliki kekuatan dalam pengembangan tata kelola, diplomasi institusi, dan daya saing kampus secara nasional maupun internasional.
6. Dr. Muhammad Zein Abdullah
Mantan Dekan FISIP ini adalah kandidat termuda dengan latar belakang komunikasi politik dan kebijakan publik. Visi besarnya, “UHO Maju, Unggul, dan Sejahtera Menuju Indonesia Emas 2045,” mencerminkan orientasi transformasi yang modern, dengan penekanan pada efisiensi tata kelola, teknologi digital, dan keterlibatan mahasiswa.
MENCARI YANG PALING LAYAK
Penilaian atas siapa yang paling layak tidak bisa hanya bersandar pada pengalaman administratif atau akademik semata. UHO saat ini membutuhkan pemimpin yang mampu menggabungkan tiga hal utama: visi masa depan yang jelas, kemampuan manajerial yang tangguh, dan integritas yang tak tergoyahkan.
Jika UHO ingin bertransformasi menjadi universitas riset unggulan, Prof. Takdir Saili dan Prof. Ruslin membawa rekam jejak yang sesuai.
Bila prioritas utama adalah efisiensi birokrasi dan pembangunan kelembagaan, Prof. Edy Karno dan Prof. Armid memiliki pengalaman struktural yang solid.
Untuk pendekatan pembangunan masyarakat dan kesehatan publik, Prof. Yusuf Sabilu adalah pilihan relevan.
Jika UHO ingin regenerasi kepemimpinan dengan semangat inovasi dan keterlibatan publik, Dr. Zein Abdullah menjadi alternatif yang menjanjikan.
Pemilihan rektor bukan hanya soal siapa yang paling senior atau populer, melainkan siapa yang mampu memimpin dengan visi jangka panjang, konsistensi moral, dan strategi yang konkret.
UHO memiliki potensi besar sebagai pusat ilmu pengetahuan di Kawasan Timur Indonesia, dan pemilihan rektor tahun ini akan menjadi penentu apakah potensi itu dapat diwujudkan.
PROSES PEMILIHAN REKTOR: TIDAK HANYA SENAT, TAPI JUGA MENTERI
Pemilihan Rektor Perguruan Tinggi Negeri seperti UHO diatur melalui statuta dan peraturan Kemendikbudristek. Prosesnya melibatkan beberapa tahapan penting:
1. Pendaftaran dan Verifikasi Administratif
Calon harus memenuhi syarat administratif dan akademik, termasuk rekam jejak publikasi dan kepemimpinan.
2. Penyaringan dan Penyampaian Visi-Misi
Calon memaparkan visi-misi di hadapan Senat Universitas dan publik kampus. Penyaringan dilakukan berdasarkan masukan akademik dan etika kepemimpinan.
3. Penilaian oleh Senat Universitas
Senat memiliki 65% suara dalam pemilihan. Mereka menilai berdasarkan gagasan, integritas, rekam jejak, dan kemampuan memimpin.
4. Keterlibatan Kementerian
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi memiliki hak suara sebesar 35%, dan biasanya mempertimbangkan track record, reputasi nasional, serta isu-isu strategis kampus. Dalam beberapa kasus, Kemendikbudristek (Kini Kemendiktisaintek) juga dapat memberikan rekomendasi khusus atas dasar integritas atau akreditasi kampus.
5. Penetapan dan Pelantikan
Calon terpilih ditetapkan oleh Senat dan diangkat secara resmi oleh Menteri.
Dengan adanya suara Kementerian, dinamika politik kampus seringkali tidak hanya terbatas pada internal senat, tetapi juga menyentuh aspek nasional dan arah kebijakan pendidikan tinggi secara umum.
MENGHADIRKAN PEMIMPIN TRANSFORMATIF
Enam nama telah muncul dengan kekuatan masing-masing. Namun, UHO memerlukan lebih dari sekadar pengalaman administratif. Diperlukan pemimpin yang bisa membangun trust, membuka kolaborasi, dan menavigasi kampus ini melewati tantangan globalisasi dan digitalisasi.
Maka, pertanyaan pentingnya bukan hanya siapa yang paling senior, tetapi: Siapa yang paling siap secara intelektual, moral, dan strategis untuk membawa UHO menjadi universitas kelas dunia berbasis kearifan lokal?
Kini, kita menunggu proses demokratis berjalan dengan sehat, terbuka, dan berintegritas tinggi demi masa depan UHO yang lebih unggul, modern, dan bermartabat. (Midwan Le Fante)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post