JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) resmi melaporkan lima perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kamis (3/7/2025).
Langkah hukum ini merupakan bagian dari laporan nasional Walhi terhadap 29 korporasi yang diduga merusak lingkungan dan terlibat dalam tindak pidana korupsi sumber daya alam.
Kelima perusahaan tambang nikel di Sultra yang masuk dalam daftar laporan tersebut adalah: PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS), PT Wijaya Inti Nusantara (WIN), PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS), PT Trias Agung dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
Perusahaan-perusahaan ini masing-masing beroperasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil seperti Pulau Kabaena (Kabupaten Bombana), Pulau Wawonii (Konawe Kepulauan), dan Desa Torobulu (Konawe Selatan).
Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Andi Rahman, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil merupakan bentuk nyata pembiaran negara terhadap kejahatan lingkungan.
Ia menyebut praktik ini tidak hanya menimbulkan kerusakan ekologis, tetapi juga berkontribusi pada kerugian keuangan negara.
“Kami tidak hanya bicara kerusakan lingkungan, tetapi juga pelanggaran hukum yang sistematis. Negara harus menghentikan impunitas korporasi tambang dan segera mengadili aktor-aktor perusaknya,” ujar Andi Rahman dalam pernyataan resminya dikutip Sabtu (5/7/2025).
Kerugian Negara Ditaksir Capai Rp200 Triliun
Kepala Divisi Kampanye Walhi Eksekutif Nasional, Fanny Tri Jambore Christanto, menjelaskan bahwa laporan tersebut merupakan hasil kerja sama antara Walhi Nasional dan lima kantor eksekutif daerah, yakni Walhi Sultra, Walhi Sulawesi Selatan, Walhi Jawa Timur, Walhi Jawa Barat, dan Walhi Jawa Tengah.
Menurut Fanny, indikasi korupsi sumber daya alam dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh 29 korporasi, termasuk lima di Sultra, berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp200 triliun. Kerugian tersebut meliputi hilangnya mata pencaharian masyarakat lokal, konflik sosial, dan biaya pemulihan lingkungan yang besar.
“Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi tambang nyaris tidak bisa dipulihkan. Kami berharap Kejaksaan Agung segera memproses kasus-kasus ini. Hingga kini, Walhi telah melaporkan total 76 korporasi ke Kejagung,” tegas Fanny.
Laporan ini sekaligus menjadi alarm bagi pemerintah untuk tidak lagi mengabaikan keselamatan ekologis pulau-pulau kecil di Indonesia.
Walhi mendesak penegak hukum untuk memproses seluruh laporan secara transparan dan menjerat pihak-pihak yang terbukti melakukan kejahatan lingkungan dan korupsi SDA. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post