MEDIASULTRA.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi APBN hingga April 2022 mengalami surplus Rp103,1 triliun atau 0,58 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kondisi surplus terjadi karena pendapatan negara tercatat Rp853,6 triliun dan belanja negara mencapai Rp750,5 triliun. Keseimbangan primer dari APBN per April 2022 juga tercatat surplus hingga Rp220,9 triliun. Karena kondisi surplus tersebut, pembiayaan turun menjadi Rp142,7 triliun.
“Secara umum, kalau kita lihat postur APBN sampai dengan akhir April dalam kondisi sangat surplus, sangat besar, baik keseimbangan primer maupun dari sisi total balance-nya,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (23/05).
Menkeu menilai hal tersebut merupakan prestasi konsolidasi APBN yang sangat baik. APBN akan terus melaksanakan konsolidasi dan reformasi fiskal demi menjaga APBN yang sehat dan berkelanjutan. Kondisi surplus tersebut akan digunakan menjadi shock absorber dari guncangan yang terjadi, baik karena pandemi maupun sekarang yang bergeser menjadi guncangan dari sisi komoditas.
“Jadi instrumen APBN sebagai stabilizer atau shock absorber atau countercyclical. APBN selalu menjadi instrumen utama dan pertama yang diandalkan rakyat dan perekonomian,” kata Menkeu.
Sementara itu, penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai memiliki prestasi yang tetap terjaga karena tumbuh signifikan. Per 30 April 2022, total penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp108,4 triliun atau 44,2 persen dari target APBN 2022 yang sebesar Rp245 triliun. Capaian ini tumbuh 37,7 persen dari realisasi bulan Maret 2022 yang sebesar Rp79,3 triliun.
“Ini adalah pertumbuhan yang sangat kuat,” ungkap Menkeu.
Menkeu memaparkan capaian tersebut didukung oleh bea masuk yang tumbuh sebesar 33,2 persen sebagai dampak membaiknya ekonomi nasional. Faktor lainnya dipengaruhi oleh impor nasional berupa barang modal, bahan baku, dan barang konsumsi yang masih tumbuh tinggi di sektor perdagangan maupun untuk gas dan otomotif.
Sementara, cukai tumbuh 30,8 persen dipengaruhi implementasi kebijakan cukai dan efektivitas pengawasan, juga kebijakan relaksasi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan membaiknya sektor perhotelan serta pariwisata.
Adapun bea keluar mengalami kenaikan sangat tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 102,1 persen. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingginya harga dan meningkatnya volume ekspor tembaga diakibatkan adanya pelarangan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
“Kita berharap dengan pemulihan kembali, kebijakannya akan bisa mengembalikan lagi tren untuk penerimaan dari CPO kita,” ujar Menkeu.
Di sisi lain, realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada Januari hingga April 2022 sebesar Rp76,29 triliun atau tumbuh 30,98 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tarif tertimbang juga naik menjadi 14,2 persen dari kenaikan rata-rata tahun 2022 yang sebesar 12,5 persen. Peningkatan produksi hasil tembakau masih tumbuh 3,4 persen
“Kenaikan dari Cukai Hasil Tembakau ini juga disebabkan karena ada luncuran atau limpahan dari penerimaan Cukai Hasil Tembakau tahun 2021,” ungkap Menkeu.
Terkait Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), realisasi cukainya mencapai Rp2,19 triliun atau tumbuh 25,90 persen. Tumbuhnya penerimaan yang cukup tinggi sejalan dengan mulai dibukanya berbagai kegiatan pariwisata sehingga kebutuhan untuk MMEA juga mulai meningkat.
“Suatu perkembangan yang menarik adalah MMEA produksi dalam negeri sangat tinggi mencapai 99 persen. Ini cukup bagus. Berarti sekarang dilakukan berbagai produksi dalam negeri untuk mensubstitusi impor MMEA,” terang Menkeu. (MS)
Discussion about this post