JAKARTA – Aksi demonstrasi kembali digelar di depan kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025). Kali ini, Perhimpunan Aktivis Nusantara (PERANTARA) mendesak Menteri ESDM agar segera mencabut izin usaha tambang nikel milik PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), anak perusahaan PT Merdeka Battery Minerals Tbk, yang beroperasi di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Dalam aksinya, massa mahasiswa menuding PT SCM sebagai biang kerok kerusakan ekologis yang memicu banjir di sejumlah wilayah di Konawe dan Konawe Utara.
Mereka juga mengungkap dugaan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 (UU Minerba), khususnya Pasal 96 mengenai kewajiban perlindungan dan pemantauan lingkungan.
“PT SCM telah menyebabkan kerusakan ekologis parah dan mengganggu aliran sungai yang menjadi sumber bencana banjir. Ini jelas pelanggaran serius terhadap UU Minerba,” ujar Eghy Seftian, penanggung jawab aksi.
Tak hanya itu, PT SCM juga dituding melakukan penyerobotan lahan masyarakat adat di wilayah Routa tanpa proses musyawarah maupun ganti rugi.
Menurut Eghy yang juga mantan Ketua Umum HIMA SULTRA Jakarta, tindakan ini bertentangan dengan Pasal 134 UU Minerba yang menegaskan pentingnya menghormati hak-hak masyarakat lokal.
“Sudah saatnya Menteri ESDM mencabut izin PT SCM dan menghentikan praktik tambang yang merusak lingkungan serta menindas masyarakat,” tegas Eghy.
Dugaan Smelter Hanya Modus untuk Kuota RKAB
Koordinator aksi Muhammad Rahim turut menyuarakan kecurigaan terkait proyek pembangunan smelter PT SCM. Ia menyebut proyek ini diduga hanya akal-akalan perusahaan untuk mendapatkan kuota Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang fantastis, yakni sebesar 19 juta metrik ton.
“Smelter ini hanya modus. Pemerintah harus meninjau ulang pemberian RKAB yang terkesan ambisius dan tidak masuk akal,” ucap Rahim.
PERANTARA juga menegaskan bahwa jika Kementerian ESDM tidak mengambil langkah tegas, gelombang aksi akan terus digelorakan sebagai bentuk kontrol sosial terhadap industri tambang yang dinilai merampas ruang hidup masyarakat.
“Kami tidak anti investasi, tapi menolak keras investasi tambang yang menyerobot tanah adat dan menghancurkan lingkungan. Save Tanah Routa!” tutup Eghy. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post