KENDARI – PT Ifishdeco Tbk (IFSH), emiten tambang nikel yang beroperasi di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, kembali menjadi sorotan publik.
Meski berhasil mencetak pendapatan nyaris Rp1 triliun pada 2024, perusahaan ini dinilai abai terhadap janji pembangunan smelter yang hingga kini belum terealisasi.
Dalam laporan keuangan per Desember 2024, Ifishdeco membukukan pendapatan sebesar Rp972,70 miliar. Angka ini turun signifikan 32,13% secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan pendapatan 2023 yang mencapai Rp1,43 triliun. Penurunan pendapatan, ditambah peningkatan beban operasional, menyebabkan laba bersih perseroan anjlok drastis hingga 60,39% yoy menjadi Rp83,66 miliar.
Meski kinerja keuangan melemah, Direktur Ifishdeco Iwan Luison tetap menyampaikan optimisme. Ia menargetkan produksi bijih nikel sebesar 2,24 juta ton pada 2025 dan naik menjadi 2,29 juta ton pada 2026.
Untuk mencapai target ini, perusahaan mengklaim akan melakukan ekspansi agresif, termasuk membuka peluang akuisisi tambang baru.
DPRD Sultra Temukan Proyek Smelter Mangkrak
Namun, di balik optimisme itu, fakta lapangan berbicara sebaliknya. Ketua Komisi III DPRD Sultra, Hj. Sulaeha Sanusi, mengungkap dugaan praktek tak jujur oleh PT Ifishdeco terkait janji pembangunan smelter.
Dalam inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang Ifishdeco pada Rabu, 2 Juli 2025, ditemukan kondisi yang memprihatinkan. Fasilitas smelter tampak mangkrak, dengan peralatan yang sudah berkarat dan usang. Bahkan, bekas area tambang ditinggalkan dalam kondisi rusak, penuh kubangan dalam yang membahayakan lingkungan sekitar.
“Klaim perusahaan soal ketaatan regulasi, CSR, dan penyertaan dana Rp300 miliar untuk smelter tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan,” ungkap Sulaeha kepada awak media.
“Peralatan smelter ketinggalan zaman, dan lokasi tambang dibiarkan seperti tambang ilegal, dengan lubang menganga tanpa reklamasi.”
Dugaan Akal-Akalan untuk Kuota Ekspor
DPRD Sultra menduga bahwa janji pembangunan smelter hanyalah strategi Ifishdeco untuk meraih izin ekspor nikel mentah, tanpa komitmen terhadap hilirisasi.
“Jangan sampai ini hanya akal-akalan demi mendapatkan kuota ekspor, sementara kewajiban membangun smelter diabaikan begitu saja,” tegas Sulaeha.
Menindaklanjuti temuan tersebut, DPRD Sultra akan memanggil manajemen PT Ifishdeco dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pekan depan. RDP ini akan melibatkan juga instansi terkait guna mengusut dugaan pelanggaran komitmen pembangunan smelter dan potensi kerusakan lingkungan di wilayah operasi perusahaan.
Fakta Lahan dan Cadangan Nikel Ifishdeco
PT Ifishdeco memiliki konsesi tambang seluas 2.580 hektar di Tinanggea, Konawe Selatan, dengan IUP operasi/produksi seluas 800 hektar. Selain itu, perusahaan juga memiliki anak usaha di Kolaka Utara melalui PT Patrindo Jaya Makmur (500 hektar) dan PT Hangtian Nur Cahaya (47,7 hektar).
Dengan cadangan lahan yang luas dan target produksi besar, publik kini mendesak Ifishdeco untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap pembangunan smelter, tanggung jawab lingkungan, dan transparansi kepada masyarakat. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post