KONAWE UTARA — Bencana banjir kembali melanda Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menyebabkan kerusakan parah di sektor pertanian dan infrastruktur. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa total 72 hektare lahan pertanian rusak akibat banjir yang dipicu oleh hujan ekstrem dengan intensitas sangat deras.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (8/4/2025), menjelaskan bahwa hujan ekstrem mulai mengguyur wilayah Konawe Utara sejak Rabu (19/3/2025).
Namun, saat banjir mulai surut, hujan lebat kembali turun pada Minggu (6/4/2025), memicu luapan Sungai Lalindu dan memperparah kondisi banjir di sejumlah kecamatan.
Beberapa kecamatan yang terdampak banjir di Konawe Utara antara lain:, Kecamatan Asera, Kecamatan Wiwirano, Kecamatan Landawe, Kecamatan Oheo, dan Kecamatan Motui.
Luapan air Sungai Lalindu merendam ratusan rumah warga dan merusak lahan pertanian dan perkebunan.
Dampak Kerusakan Akibat Banjir
Berdasarkan data BNPB hingga Senin (7/4/2025), dampak kerusakan akibat banjir di Konawe Utara meliputi: 114 unit rumah warga rusak, 72 hektare lahan pertanian terendam dan rusak, 30 hektare lahan perkebunan terdampak, satu ruas jalan provinsi penghubung Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah terputus
Selain kerugian materi, banjir juga berdampak pada 114 keluarga atau sekitar 407 jiwa warga yang harus mendapatkan pendampingan dari tim petugas gabungan.
Imbauan BNPB: Waspada Cuaca Ekstrem
BNPB mengimbau seluruh masyarakat Konawe Utara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem yang masih berpeluang terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
Masyarakat juga diminta untuk terus memperbarui informasi resmi dari pemerintah dan otoritas kebencanaan setempat guna mengantisipasi risiko bencana lanjutan.
“Keselamatan dan kondisi warga menjadi prioritas utama dalam penanganan banjir ini. Kami terus melakukan pendampingan di lokasi terdampak dan meminta warga untuk tetap waspada,” tegas Abdul Muhari.
Krisis Lingkungan Akibat Tambang Nikel?
Konawe Utara dikenal sebagai pusat pertambangan nikel nasional. Namun, alih fungsi hutan, pembukaan lahan, dan sedimentasi sungai akibat aktivitas tambang diduga kuat memperparah risiko banjir.
Menurut data WALHI Sulawesi Tenggara, kerusakan daerah tangkapan air, penggundulan hutan, dan sedimentasi di Sungai Lalindu dan Lasolo menjadi penyebab utama bencana ekologis berulang di Konawe Utara.
“Jika kerusakan lingkungan tidak dipulihkan, banjir di Konawe Utara bukan hanya berulang, tapi bisa semakin parah setiap tahunnya,” tegas WALHI Sultra.
Gubernur ASR Tinjau Korban Banjir
Merespons bencana ini, Gubernur Sulawesi Tenggara Andi Sumangerukka turun langsung meninjau wilayah terdampak di Konawe Utara, Selasa (8/4/2025).
Dalam kunjungannya, Gubernur tidak hanya meninjau rumah-rumah warga dan lahan pertanian yang terendam, tetapi juga berdialog langsung dengan masyarakat.
“Kami prihatin atas musibah ini. Pemerintah Provinsi akan mengutamakan penanganan darurat dan membantu kebutuhan warga. Namun ke depan, saya pastikan akan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan yang diduga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan di Konawe Utara,” tegas Gubernur Andi Sumangerukka.
Gubernur Andi Sumangerukka menegaskan bahwa Pemprov Sultra akan memperketat pengawasan lingkungan, khususnya di sektor pertambangan.
“Keseimbangan pembangunan dan kelestarian lingkungan harus menjadi komitmen bersama. Saya tidak ingin bencana ini menjadi agenda tahunan akibat kelalaian kita menjaga alam,” pungkasnya. (MS Network)
Discussion about this post