JAKARTA — Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menuai kecaman keras dari berbagai pihak.
Salah satu kritik paling tajam datang dari Pengurus Besar Patriot Nahdhiyyin Nusantara (PB PNNU), yang menyebut revisi ini tidak hanya membahayakan lingkungan dan rakyat, tetapi juga mengkhianati Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Umum PB PNNU, Drs. Ilham Zubair Assegaf, MMP, menyatakan bahwa kebijakan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka (ASR), dalam mendorong revisi RTRW merupakan bentuk nyata dari ketundukan pada kepentingan korporasi tambang, bukan pada aspirasi rakyat.
“Kami mendesak Menteri ATR/BPN untuk segera membatalkan revisi RTRW Sultra yang cacat secara prosedural, substansial, dan penuh konflik kepentingan. Revisi RTRW ini tidak sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo yang menjunjung keadilan ekologis, kedaulatan sumber daya, dan pembangunan yang berpihak pada rakyat kecil. Gubernur ASR justru menjalankan agenda yang berlawanan dengan visi Presiden sendiri,” tegas Ilham di Jakarta, Rabu (11/6).
Sebagai putra asli Bombana, Ilham Zubair berbicara dari pengalaman dan kedekatan langsung dengan kondisi daerah yang menjadi korban eksploitasi ruang.
Ia menyaksikan sendiri bagaimana Pulau Kabaena di Bombana telah ditelanjangi oleh aktivitas tambang nikel yang massif.
“Saya lahir dan besar di Bombana. Saya menyaksikan bagaimana gunung-gunung di Kabaena diratakan, sungai-sungai mengering, dan warga hidup dalam krisis air serta udara berdebu. Kini, RTRW malah ingin melegalkan kerusakan itu secara sistematis,” ungkapnya.
PB PNNU juga mengingatkan bahwa revisi RTRW Sultra mengancam kawasan konservasi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai yang terletak di perbatasan Konawe Selatan, Kolaka, dan Bombana. Kawasan ini merupakan habitat langka bagi satwa endemik seperti anoa, maleo, dan burung rangkong, serta memiliki fungsi ekologis penting sebagai daerah resapan air dan pengendali banjir.
“Revisi RTRW membuka celah masuknya industri ekstraktif ke sekitar kawasan konservasi. Ini bertentangan dengan komitmen perlindungan lingkungan yang menjadi salah satu pilar Asta Cita Presiden Prabowo. Jika ini dibiarkan, Sultra akan kehilangan warisan ekologis yang tak tergantikan,” kata Ilham.
Kebijakan Revisi RTRW Dinilai Pro-Korporasi, Anti-Rakyat
Ilham menyebut bahwa revisi RTRW baik di tingkat provinsi maupun kabupaten jelas mengarah pada satu hal: membuka ruang selebar-lebarnya untuk korporasi tambang dan perkebunan skala besar, dengan mengorbankan ruang hidup petani, nelayan, dan masyarakat adat.
“Kalau RTRW direvisi hanya demi eksploitasi tambang, maka rakyat yang akan menanggung akibatnya. Ini bukan pembangunan berkelanjutan, ini pemusnahan ruang hidup rakyat,” ujarnya.
Ilham menegaskan bahwa tindakan Gubernur ASR tidak hanya merugikan lingkungan dan sosial, tetapi juga mengkhianati amanat Asta Cita Presiden Prabowo, yang menekankan: Perlindungan terhadap lingkungan hidup, Penguatan peran masyarakat desa dan adat, Keadilan atas pengelolaan sumber daya alam, Pembangunan yang merata dan berkelanjutan.
“Jangan bawa nama pembangunan kalau hasilnya hanya memperkaya elite tambang dan menyengsarakan rakyat. Ini kebijakan elitis, bukan aspiratif. Dan ini bertentangan dengan arah kepemimpinan Presiden Prabowo,” kata Ilham.
Seruan Mundur bagi Gubernur ASR
Dalam pernyataannya, Ilham juga menyampaikan ultimatum keras kepada Gubernur Sultra.
“Kalau niat jadi gubernur hanya untuk merevisi RTRW demi keuntungan pribadi dan korporasi, lebih baik mundur sekarang sebelum rakyat yang memaksa Anda mundur,” ucapnya dengan tegas.
Menurut PB PNNU, revisi RTRW adalah bagian dari rekayasa ruang untuk melegalkan perampasan tanah dan pesisir rakyat, sebagaimana telah terjadi di Kabaena dan Wawonii.
“RTRW ini bukan untuk rakyat. Ini cetak biru kolonisasi ruang oleh modal besar. Gubernur hanya menjalankan naskah yang sudah disiapkan investor tambang dan asing,” kata Ilham.
Sebagai bentuk perlawanan, PB PNNU menyerukan Moratorium seluruh izin tambang dan perkebunan besar di Sultra, Audit nasional oleh KPK dan BPK RI terhadap proses revisi RTRW dan Pelibatan masyarakat sipil, tokoh adat, dan akademisi independen dalam kebijakan tata ruang
“Jika RTRW ini disahkan secara diam-diam dan tanpa partisipasi publik, maka itu adalah pengkhianatan terhadap konstitusi dan semangat reformasi,” ujar Ilham.
“PB PNNU tidak akan diam. Kami siap mobilisasi aksi nasional. Revisi ini harus dibatalkan sebelum Sultra berubah menjadi tanah mati,” pungkasnya. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post