JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skandal korupsi pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) yang telah berlangsung sistematis di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sejak lebih dari satu dekade lalu.
Dalam pengusutan kasus terbaru, KPK menetapkan delapan tersangka yang terlibat dalam praktik pemerasan terhadap pemohon Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dengan total nilai mencapai Rp53,7 miliar.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa modus korupsi dalam pengurusan izin TKA ini telah diidentifikasi sejak tahun 2012. Meski sistem perizinan kini telah berbasis digital, praktik korupsi masih marak terjadi.
“Ironisnya, meskipun pengajuan izin sudah dilakukan secara online, masih ditemukan pemerasan oleh oknum pejabat Kemenaker. Mereka tetap memanfaatkan pertemuan langsung dan komunikasi pribadi untuk menekan para pemohon,” ujar Budi, Jumat (13/6/2025).
Modus Korupsi: Pemerasan dalam Pengesahan RPTKA
Dalam penyidikan KPK, modus utama yang digunakan adalah pemerasan terhadap perusahaan atau individu yang mengajukan RPTKA, yakni izin wajib sebelum memperkerjakan tenaga kerja asing di Indonesia. Praktik ini tetap berlangsung bahkan setelah KPK mengeluarkan berbagai rekomendasi pencegahan pada Kemenaker sejak 2012.
KPK menyayangkan bahwa upaya pencegahan hanya diterapkan secara parsial, sehingga tidak efektif memberantas korupsi di sektor ketenagakerjaan. KPK pun akan mengambil langkah mitigasi risiko dan mendorong reformasi tata kelola perizinan di Kemenaker.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sukmo, mengumumkan bahwa pada 19 Mei 2025, delapan orang telah resmi ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terdiri dari pejabat tinggi hingga staf pelaksana di lingkungan Kemenaker, antara lain:
Suhartono – Mantan Dirjen Binapenta dan PKK
Haryanto – Dirjen Binapenta Kemenaker (2024–2025)
Wisnu Pramono – Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (2017–2019)
Devi Angraeni – Koordinator Uji Kelayakan TKA
Gatot Widiartono – Kasubdit Maritim dan Pertanian
Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad – Staf pelaksana
Total Uang Pemerasan Capai Rp53,7 Miliar
Dalam rincian yang disampaikan KPK, uang yang diterima oleh para tersangka selama periode 2019–2024 mencapai total Rp53,7 miliar. Rinciannya:
Haryanto: Rp18 miliar
Putri Citra Wahyoe: Rp13,9 miliar
Gatot Widiartono: Rp6,3 miliar
Devi Angraeni: Rp2,3 miliar
Wisnu Pramono: Rp580 juta
Suhartono: Rp460 juta
Alfa Eshad: Rp1,8 miliar
Jamal Shodiqin: Rp1,1 miliar
KPK Desak Reformasi Perizinan dan Transparansi Sistem
KPK menegaskan pentingnya reformasi tata kelola perizinan di seluruh kementerian dan lembaga, khususnya dalam sistem pengelolaan tenaga kerja asing. Transparansi sistem dan penguatan integritas aparat pelayanan publik menjadi kunci mencegah korupsi serupa di masa depan.
“Kami mendorong seluruh instansi, baik pusat maupun daerah, untuk membangun sistem perizinan yang transparan, akuntabel, dan bebas dari pungutan liar,” tegas Budi Prasetyo. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Discussion about this post