KONAWE UTARA – Destinasi Ekowisata unggulan Sulawesi Tenggara, Pulau Labengki, yang kerap dijuluki Miniatur Raja Ampat, kini berada dalam kondisi darurat ekologis.
Pasalnya, kawasan konservasi tersebut kini mengalami pencemaran oleh limbah pertambangan nikel.
Berdasarkan hasil pemantauan GreenSutera Indonesia dan laporan warga lokal, sejumlah bukit di sekitar Labengki telah terkupas akibat eksplorasi tambang. Saat hujan turun, lumpur dan limbah tambang disebut mengalir langsung ke laut, menyebabkan keruhnya air, kematian biota laut, serta kerusakan parah pada ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove.
“Dampaknya sangat nyata. Air laut menjadi keruh, terumbu karang rusak, populasi kima raksasa terancam punah. Bahkan hutan mangrove yang menjadi penyangga kehidupan pesisir ikut musnah akibat pembukaan lahan masif,” ujar Muhammad Riski, Direktur Eksekutif GreenSutera Indonesia, dalam keterangannya, Rabu (18/6/2025).
Selain kerusakan ekologis, aktivitas tambang ini juga memukul perekonomian masyarakat lokal yang menggantungkan hidup pada ekowisata dan perikanan tradisional. Banyak warga kini kesulitan melaut karena hasil tangkapan menurun drastis.
Dugaan sementara, pencemaran itu bersumber dari dampak aktivitas penambangan nikel yang dilakukan oleh perusahaan tambang.
Menurut Muhammad Riski, kegiatan perusahaan tersebut diduga kuat melanggar berbagai regulasi lingkungan, di antaranya: UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang mensyaratkan AMDAL untuk kegiatan di wilayah sensitif.
Audit Lingkungan dan Evaluasi Izin Tambang
Atas kondisi ini, GreenSutera Indonesia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk meninjau ulang seluruh izin tambang yang beroperasi di kawasan itu.
Pemerintah juga diminta melakukan audit lingkungan independen atas seluruh kegiatan operasional setiap perusahaan, serta menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti terjadi pencemaran lingkungan dan pelanggaran administratif.
“Labengki bukan hanya destinasi wisata, tapi warisan alam yang harus dijaga. Jika dibiarkan, kita bukan hanya kehilangan surga bahari, tapi juga menghancurkan masa depan generasi pesisir,” tegas Riski. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini