Greenpeace Ungkap 16 IUP Nikel di Raja Ampat, 12 Berada di Kawasan Geopark Global UNESCO

Kawasan Geopark Global UNESCO Raja Ampat. Dok UNESCO

JAKARTA — Greenpeace Indonesia mengungkap temuan mencengangkan: terdapat 16 izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Dari jumlah tersebut, 12 IUP berada dalam kawasan Geopark Global UNESCO, yang statusnya baru dianugerahkan pada 2023 setelah melalui proses panjang.

Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menjelaskan bahwa dari 16 izin tersebut, 5 masih aktif, sementara 11 lainnya telah dibatalkan atau kedaluwarsa. Namun, 5 IUP yang sempat tidak berlaku kini diaktifkan kembali, termasuk dua yang diterbitkan ulang pada 2025 dan tiga lainnya yang menang gugatan di pengadilan.

Greenpeace menyoroti bahwa beberapa IUP diterbitkan untuk wilayah Kepulauan Fam, termasuk destinasi wisata ikonik Pianemo (Tangga Jokowi). Selain itu, rencana pembangunan smelter nikel dan baja di Sorong—pintu gerbang utama ke Raja Ampat—juga dinilai berpotensi mengancam ekosistem laut dan daratan yang sangat kaya biodiversitas.

“Smelter itu direncanakan dibangun sejak 2024, tetapi hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda pekerjaan dimulai,” ujar Arie, Kamis (12/11/2025).

Tambang di Pulau Kecil: Langgar UU dan Putusan MK

Greenpeace juga mencatat 4 izin tambang aktif berada di pulau-pulau kecil, yang seharusnya tidak boleh ditambang menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta putusan Mahkamah Konstitusi.

Namun, baru-baru ini pemerintah mencabut keempat IUP tersebut, yaitu:

PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe)

PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran)

PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manyaifun dan Batang Pele)

PT Nurham (Pulau Waigeo)

Meski demikian, dua dari empat perusahaan tersebut—PT MRP dan PT Nurham—telah berhasil mengaktifkan kembali izinnya melalui jalur hukum.

Greenpeace menilai bahwa pencabutan izin belum menyelesaikan akar masalah. Preseden pengaktifan kembali izin yang telah dicabut menunjukkan bahwa ancaman kerusakan lingkungan di Raja Ampat masih tinggi.

“Pencabutan empat IUP memang langkah maju, tetapi itu belum cukup. Presiden harus menghentikan seluruh rencana pertambangan nikel dan proyek smelter di Sorong demi melindungi Raja Ampat secara menyeluruh,” tegas Arie.

Rantai Pasok Global Terkait Tambang Raja Ampat

Hingga saat ini, dua perusahaan tambang—PT Gag (BUMN) dan PT Kawe—masih beroperasi dan memasok bijih nikel ke Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara. Tambang ini berkontribusi ke rantai pasok global melalui perusahaan patungan Youshan Nickel Indonesia, hasil kerja sama antara Tsinghshan Group dan Huayou Group.

Nikel dari proyek ini digunakan untuk memproduksi komponen baterai kendaraan listrik, yang memasok berbagai merek dunia seperti Toyota, Honda, Hyundai, Tesla, hingga Mercedes-Benz.

Namun, kurangnya transparansi rantai pasok membuat publik sulit memastikan apakah nikel dari Raja Ampat benar-benar digunakan dalam kendaraan-kendaraan tersebut. (MS)

Simak Berita Lainnya di WA Channel disini

Exit mobile version