KENDARI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia turun langsung ke Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam rangka supervisi dan koordinasi penegakan tata kelola pertambangan nikel di Pulau Wawonii.
Langkah ini menandai babak baru pengawasan ketat atas aktivitas pertambangan pasca-pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Gema Kreasi Perdana (GKP).
Kunjungan yang dijadwalkan berlangsung 28–30 Juli 2025 ini merupakan bagian dari pelaksanaan amanat Pasal 6 huruf b UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, khususnya dalam pengawasan dan pemberantasan korupsi pada sektor sumber daya alam.
Pencabutan IPPKH PT GKP Jadi Titik Balik
Sebagai latar belakang, SK Menteri Kehutanan Nomor 264 Tahun 2025 menyatakan pencabutan IPPKH PT GKP yang sebelumnya beroperasi di kawasan hutan Pulau Wawonii. Hal ini dipandang sebagai kemenangan hukum dan moral bagi masyarakat yang selama bertahun-tahun memperjuangkan ruang hidup mereka dari ancaman eksploitasi tambang.
Beberapa poin penting dari pencabutan tersebut antara lain:
– Berakhirnya legalitas aktivitas tambang di kawasan hutan.
– Pencabutan berdasarkan putusan hukum inkracht.
– Perusahaan tetap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
– Komitmen negara terhadap perlindungan lingkungan dan keadilan ekologis.
Agenda KPK di Wawonii: Supervisi dan Evaluasi Teknis
Dalam surat resmi KPK Nomor B/4744/KSP.00/70-75/07/2025 yang bersifat segera, Plt. Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Agung Yudha Wibowo, menetapkan sejumlah agenda penting:
Selasa, 28 Juli 2025: Kunjungan lapangan dan diskusi teknis terkait kepatuhan perizinan pasca-pencabutan IPPKH.
Rabu, 29 Juli 2025: Koordinasi lintas dinas di Kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Kamis, 30 Juli 2025: Evaluasi teknis lanjutan bersama dinas terkait seperti Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Inspektorat Konkep.
Pemerintah Daerah Konkep diminta mendukung penuh agenda KPK, termasuk penyediaan ruangan dan memastikan kehadiran aktif seluruh instansi teknis.
KPK Ungkap Modus Korupsi dalam Izin Kawasan Hutan Tambang
Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan bahwa penyalahgunaan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) menjadi salah satu celah korupsi dalam sektor pertambangan. Banyak pelaku tambang yang menjalankan operasi tanpa PPKH, namun tetap menyetor jaminan reklamasi (jamrek) untuk mengelabui proses legalitas.
“Mereka menganggap kegiatan tambang di kawasan hutan sah karena sudah bayar jamrek, padahal itu ilegal tanpa PPKH,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Kamis (24/7).
Menurutnya, KPK telah menyerahkan hasil kajian sistemik tata kelola pertambangan kepada tujuh kementerian terkait: Kehutanan, ESDM, Keuangan, Perhubungan, Perdagangan, Perindustrian, dan Investasi/BKPM.
Kehadiran sejumlah pejabat tinggi seperti Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Wamen ESDM Yuliot Tanjung, dan Wamenkeu Anggito Abimanyu menegaskan keseriusan pemerintah pusat dalam menindaklanjuti rekomendasi tersebut.
Pulau Wawonii, Simbol Perlawanan Ekologis
Kunjungan KPK ke Wawonii tidak hanya soal administrasi perizinan, tetapi juga menyuarakan pentingnya keadilan ekologis dan akuntabilitas korporasi.
Pulau Wawonii kini menjadi simbol resistensi masyarakat adat terhadap ekspansi pertambangan yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi.
Langkah KPK ini memperkuat sinyal bahwa negara tidak boleh kompromi terhadap pelanggaran hukum di sektor SDA, dan bahwa supervisi tambang bukan sekadar administrasi, tetapi bagian dari agenda pemberantasan korupsi yang menyentuh hulu kebijakan sumber daya alam. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini
Comment