JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terus menggenjot pembangunan proyek tambang dan smelter nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, yang ditargetkan mulai berproduksi pada kuartal III tahun 2026.
Proyek strategis ini menjadi bagian dari komitmen hilirisasi nikel nasional, dengan nilai investasi mencapai Rp66 triliun atau sekitar US$4,4 miliar.
Proyek ini merupakan hasil kolaborasi PT Vale bersama Zhejiang Huayou Cobalt dan raksasa otomotif global Ford Motor Company. Fokus utamanya adalah pembangunan pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) untuk mengolah bijih limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), bahan baku utama baterai kendaraan listrik (EV).
“Pomalaa merupakan blok dengan cadangan bijih nikel limonite yang besar dan sangat cocok untuk teknologi HPAL,” ujar Andaru Adi, Head of Corporate Finance and Investor Relations INCO, dalam keterangan resmi, Senin (28/7/2025).
Progres Proyek: Tambang & Smelter Jalan Beriringan
Per April 2025, progres konstruksi tambang Pomalaa telah mencapai 20,22%, dengan belanja modal sementara sekitar US$500 juta. Tambang ini dirancang memiliki kapasitas pengolahan hingga 28 juta ton bijih nikel limonite dan saprolite per tahun (Mtpa).
Sementara itu, proyek pabrik HPAL dengan nilai capex US$2,7 miliar kini telah mencapai progres konstruksi 13,9%, dan diperkirakan rampung lebih awal, yakni pada kuartal IV/2025.
Setelah beroperasi, fasilitas ini akan memproduksi 120.000 ton MHP per tahun, mendukung rantai pasok industri baterai nasional dan global.
Fokus Hilirisasi dan Kendaraan Listrik
Andaru menekankan bahwa proyek Pomalaa akan berperan besar dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik Indonesia. Bijih saprolite dari blok ini juga direncanakan untuk menyuplai kebutuhan smelter lain, memperkuat integrasi industri nikel dari hulu ke hilir.
“Dengan dukungan mitra strategis seperti Huayou dan Ford, proyek ini tak hanya mendukung hilirisasi, tapi juga mengangkat posisi Indonesia dalam rantai pasok global kendaraan listrik,” kata Andaru.
Harga Nikel Fluktuatif, Vale Tetap Optimistis
Meski saat ini harga nikel bergerak fluktuatif di kisaran US$15.000–US$16.000 per ton, Vale tetap optimistis. Fokus utama perusahaan adalah efisiensi biaya produksi guna menjaga margin yang kompetitif.
“Kami optimis mampu melewati dinamika pasar dengan strategi pengendalian biaya yang solid, serta fokus pada pengembangan proyek bernilai tambah,” tutup Andaru. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini