JAKARTA – Pemerintah resmi menyetujui perubahan masa berlaku Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pertambangan dari tiga tahun menjadi satu tahun. Kebijakan ini dipastikan mulai berlaku tahun depan, menyusul usulan Komisi XII DPR RI yang menyoroti dampak negatif dari sistem RKAB tiga tahunan.
Kepastian tersebut disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia usai rapat kerja bersama Komisi XII DPR di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Bahlil menegaskan bahwa revisi kebijakan RKAB ini penting untuk mengatasi kelebihan pasokan yang telah menekan harga batubara global dan menurunkan penerimaan negara.
“Tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik batubara maupun mineral. Khusus untuk batubara, harga saat ini anjlok karena oversupply. Hal ini akibat RKAB yang disetujui terlalu longgar dan berlaku tiga tahun,” tegas Bahlil.
Dalam paparannya, Bahlil mengungkapkan bahwa dari total konsumsi batubara global sebesar 8–9 miliar ton, hanya sekitar 1,2–1,3 miliar ton yang diperjualbelikan secara internasional.
Indonesia menyumbang hampir separuh dari volume tersebut, dengan ekspor mencapai 600–700 juta ton.
“RKAB tiga tahunan membuat kita kesulitan menyesuaikan volume produksi dengan kebutuhan pasar. Ketika suplai berlebihan dan permintaan menurun, harga tertekan dan berdampak langsung pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” jelasnya.
Tak hanya batubara, sektor mineral juga mengalami persoalan serupa. Oleh karena itu, Kementerian ESDM dan Komisi XII DPR sepakat untuk meninjau ulang seluruh regulasi RKAB pada sektor pertambangan secara menyeluruh.
“Penambang kini menghadapi tantangan berat. Nilai tambang turun, PNBP turun, dan kita perlu kebijakan yang adaptif terhadap dinamika pasar. Itu sebabnya RKAB tahunan menjadi langkah yang lebih tepat,” ujar Bahlil.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat menciptakan tata kelola pertambangan yang lebih fleksibel dan adaptif, sekaligus menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri nasional, serta stabilitas harga komoditas. (MS)
Simak Berita Lainnya di WA Channel disini