Sengketa Pulau Kawi-Kawia Butuh Solusi Berbasis Budaya, Bukan Sekadar Garis Administratif

Sengketa Pulau Kawi-Kawia Butuh Solusi Berbasis Budaya, Bukan Sekadar Garis Administratif - MediaSultra.com

Pulau Kawi-Kawia atau yang dikenal juga sebagai Pulau Kakabia. Dok

KENDARI – Polemik batas wilayah antara Sulawesi Tenggara (Sultra) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) kembali mencuat, kali ini terkait kepemilikan Pulau Kawi-Kawia atau yang dikenal juga sebagai Pulau Kakabia. Hal ini mengemuka dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penataan Daerah di Komisi II DPR RI.

Anggota Komisi II DPR RI, Aus Hidayat Nur, mengungkapkan bahwa Pulau Kawi-Kawia saat ini diklaim oleh dua wilayah: Kabupaten Buton Selatan (Sultra) dan Kabupaten Selayar (Sulsel). Kedua pihak sama-sama mengantongi dokumen historis dan administratif yang saling bertentangan. Namun, hingga saat ini belum ada penyelesaian final yang diterima kedua belah pihak.

“Kami sangat menyesalkan, dalam kunjungan kerja kali ini tidak dihadiri kedua daerah yang bersengketa. Padahal ini momentum penting untuk menggali informasi langsung dari sumbernya,” kata Aus dalam kunjungan kerja Komisi II di Kantor Gubernur Sultra, Kamis (17/7/2025).

Ia menekankan bahwa penyelesaian konflik wilayah seperti ini tidak bisa hanya mengandalkan data dari Kementerian Dalam Negeri.

“Kita perlu pendekatan berbasis budaya dan sejarah lokal. Konflik seperti ini seharusnya diselesaikan dengan menghormati identitas masyarakat, bukan hanya sekadar menarik garis peta,” tegasnya.

Dalam konteks itu, Komisi II DPR RI bahkan mempertimbangkan untuk melibatkan Arsip Nasional Republik Indonesia guna menelusuri dokumen resmi terkait asal-usul wilayah Pulau Kawi-Kawia.

Langkah ini diambil agar keputusan yang diambil nantinya benar-benar berbasis pada fakta sejarah yang otentik dan tidak sepihak.

Menurut Aus, revisi undang-undang lama warisan zaman Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi momentum penting untuk merapikan peta wilayah kabupaten/kota di Indonesia.

Ia menambahkan bahwa DPR akan mengagendakan kunjungan ke Sulawesi Selatan agar bisa mendapatkan perspektif seimbang dari pihak lain yang juga mengklaim pulau tersebut.

“Kita tidak ingin konflik ini berkembang seperti kasus empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara yang sempat viral dan menimbulkan keresahan publik. Undang-undang harus menjadi jalan keluar, bukan sumber konflik baru,” ujarnya.

Aus menegaskan bahwa seluruh proses pembahasan RUU ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“DPR terbuka untuk menghadirkan semua pihak yang bersengketa agar penyelesaian yang dihasilkan benar-benar komprehensif dan menghindari konflik sosial di masa mendatang,” pungkasnya. (MS)

Simak Berita Lainnya di WA Channel disini

Exit mobile version