Site icon MediaSultra.com

‘Dibeli atau Dipilih’? Ujian Integritas Menteri dalam Menentukan Rektor UHO

Ilustrai kursi Rektor UHO. Ist

KENDARI – Pemilihan Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) periode 2025–2029 kini memasuki babak paling menentukan. Setelah tahapan penyaringan oleh senat kampus pada 8 Mei 2025, tiga nama resmi diajukan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) masing-masing Prof. Armid, Prof. Ruslin, dan Prof. Takdir Saili.

Berdasarkan hasil rapat senat UHO yang digelar tertutup pada Kamis, 8 Mei 2025, menunjukkan Prof. Armid meraih dukungan tertinggi dengan 32 suara, disusul Prof. Ruslin dengan 11 suara dan Prof. Takdir dengan meraih 4 suara.

“Pengusulan 3 nama dilakukan 14–15 Mei, dan pemilihan rektor definitif oleh kementerian dijadwalkan pada 2 Juni 2025,” ujar Ketua Panitia Pemilihan Rektor UHO, Prof. Weka Widayati.

Kini, penentu terakhir berada di tangan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Brian Yuliarto, Ph.D., yang memegang bobot 35 persen suara.

Dengan bobot suara sebesar itu, menteri bukan sekadar pelengkap prosedural, tetapi penentu arah, apakah UHO akan dipimpin oleh akademisi visioner yang murni dipilih karena kapabilitas, atau oleh sosok yang berhasil memenangkan pertarungan lobi politik?

Menguji Visi Tiga Kandidat: Siapa yang Layak Memandu UHO ke Level Dunia?

UHO saat ini membutuhkan pemimpin dengan visi besar dan kapasitas eksekusi nyata. Ketiga kandidat memiliki gagasan kuat, meski berbeda penekanan.

Prof. Armid mengusung visi “Kampus Berdampak” dengan tekad menjadikan UHO maju dan berkarakter global demi mendukung Indonesia Emas 2045. Misinya meliputi pendidikan internasional berbasis IPTEKS, riset untuk menyelesaikan masalah lokal hingga global, kerja sama industri skala global, SDM berkarakter, tata kelola modern, dan penguatan infrastruktur akademik berkelanjutan.

Prof. Ruslin, lewat visinya “Karya Transformatif untuk Daya Saing Global,” menekankan sistem akademik yang kuat, kolaborasi riset, kemandirian finansial, tata kelola transparan, dan lingkungan akademik unggul. Fokusnya lebih teknokratis dan manajerial, dengan orientasi hasil dan efisiensi sistem.

Prof. Takdir Saili menekankan kekhasan lokal dalam visinya: “Pusat Unggulan Pendidikan, Riset, dan Inovasi Berbasis Kearifan Lokal untuk Daya Saing Global.” Ia memadukan modernisasi kampus dengan akar budaya dan pembangunan berkelanjutan. Misinya fokus pada inklusivitas, karakter mahasiswa, dan pemberdayaan masyarakat berbasis solusi inovatif.

Ketiga kandidat menampilkan kualitas akademik dan kepemimpinan, namun tantangan terbesar ada di luar ruang debat visi: di meja pengambilan keputusan kementerian.

Dimensi Strategis Keputusan Menteri

Prof. Brian Yuliarto memegang beban sejarah. Ia adalah menteri berlatar akademik, bukan politisi karier. Maka, keputusannya akan menjadi cermin apakah kementerian betul-betul berkomitmen terhadap meritokrasi dan visi pendidikan tinggi, atau malah masih membiarkan ruang bagi praktik transaksional dan politik patronase.

Keputusan Menteri Brian Yuliarto akan sangat menentukan apakah UHO akan bergerak progresif menuju universitas riset berkelas dunia, atau stagnan dalam pola pengelolaan yang konvensional.

Ada beberapa dimensi strategis yang harus menjadi pertimbangan:

1. Visi Global dan Inovasi Akademik
Kandidat terpilih harus memiliki pemahaman dan pengalaman dalam internasionalisasi pendidikan tinggi. Ini meliputi jejaring global, publikasi internasional bereputasi, serta kolaborasi riset lintas negara yang akan mendongkrak posisi UHO di kancah global.

2. Rekam Jejak Riset dan Produktivitas Ilmiah
Pemimpin UHO masa depan idealnya memiliki rekam jejak kuat di bidang riset dan inovasi. Rektor bukan hanya administrator, tetapi scientific leader yang mampu menjadikan UHO sebagai pusat unggulan riset kawasan timur Indonesia.

3. Kapasitas Transformasi Organisasi
Era digital, otonomi kampus menuntut rektor yang adaptif dan berani melakukan transformasi struktural. Menteri harus memilih sosok yang mampu membangun budaya mutu dan tata kelola berbasis transparansi serta akuntabilitas.

4. Komitmen terhadap Penguatan Daya Saing Lulusan
UHO perlu dipimpin oleh rektor yang mampu menjembatani dunia akademik dan industri. Visi tentang hilirisasi riset, inkubasi bisnis, dan pemanfaatan teknologi harus menjadi bagian dari strategi pengembangan kampus.

5. Integritas dan Kepemimpinan Etis
Dalam era keterbukaan, reputasi lembaga ditentukan oleh etika kepemimpinan. Menteri perlu memastikan bahwa kandidat terpilih memiliki komitmen terhadap nilai-nilai integritas, inklusivitas, dan keberpihakan pada kepentingan akademika, bukan sekadar loyalitas birokratik.

Dengan latar belakang sebagai pakar nanoteknologi dan penggagas riset kolaboratif, Prof. Brian Yuliarto diharapkan menjadikan momentum ini sebagai langkah strategis untuk menunjukkan arah baru pendidikan tinggi Indonesia yang berbasis sains, teknologi, dan inovasi.

Keputusan yang diambil dalam waktu dekat akan menjadi refleksi dari keberanian kementerian untuk mendorong UHO naik kelas, dari universitas regional menuju universitas bereputasi internasional.

Namun dalam praktiknya, proses pemilihan rektor di banyak perguruan tinggi negeri di Indonesia tak luput dari sorotan publik terkait potensi penyimpangan, terutama dalam bentuk lobi politik, gratifikasi, atau bahkan suap terselubung.

Bayang-Bayang Lobi Politik dan Gratifikasi

Pengaruh lobi politik dalam pemilihan rektor bukan hal baru. Ketika jabatan strategis kampus diperebutkan, intensitas pendekatan ke pengambil keputusan di pusat pun meningkat. Dalam sejumlah kasus sebelumnya di berbagai kampus negeri, muncul indikasi adanya praktik transaksional antara kandidat dan oknum di lingkaran kekuasaan.

Bentuknya bisa beragam, mulai dari pendekatan politis melalui tokoh-tokoh berpengaruh, janji dukungan proyek, hingga dugaan pemberian gratifikasi dalam bentuk fasilitas, uang, atau keuntungan lain yang tidak sah.

Fenomena ini berpotensi merusak integritas sistem pemilihan rektor dan mereduksi kualitas kepemimpinan akademik. Ketika yang dipilih bukan yang terbaik, melainkan yang “terkuat secara lobi”, maka agenda reformasi pendidikan tinggi pun akan terancam mandek.

Dalam konteks ini, publik menaruh harapan pada sosok Prof. Brian Yuliarto, menteri yang berasal dari kalangan akademik dan dikenal memiliki reputasi bersih serta progresif. Keberaniannya untuk membuat keputusan berdasarkan kompetensi murni akan menjadi sinyal kuat bahwa transformasi pendidikan tinggi Indonesia sedang bergerak ke arah yang benar.

Menanti Keberanian Memilih yang Layak

UHO memiliki peluang besar untuk naik kelas menjadi universitas berdaya saing global. Namun peluang ini bisa lenyap jika pemimpin yang terpilih bukanlah sosok yang kompeten dan visioner, melainkan hasil kompromi politik atau transaksi kekuasaan.

Keputusan menteri akan menjadi ujian moral sekaligus pijakan sejarah, apakah ia memilih berdasarkan kalkulasi politik, atau dengan kompas integritas akademik?

Bagi masyarakat akademik dan publik Sulawesi Tenggara, inilah saatnya mengawal proses pemilihan ini secara kritis dan terbuka. Sebab dari satu keputusan ini, masa depan UHO dan martabat pendidikan tinggi Indonesia sedang dipertaruhkan.

Dari keputusan ini, kita akan tahu, apakah jabatan rektor UHO dibeli, atau benar-benar dipilih. (Midwan Le Fante)

Simak Berita Lainnya di WA Channel disini

Exit mobile version